Liputan6.com, Niamey - Tim patroli gabungan pasukan pemerintah Niger dan pasukan khusus Amerika Serikat disergap oleh militan di barat daya Niger pada Rabu 5 Oktober waktu setempat. Informasi itu diutarakan oleh aparat Niger dan AS.
Patroli gabungan itu dilaksanakan di wilayah yang kerap menjadi basis operasi kelompok militan Al-Qaida di Afrika Utara (AQIM) dan ISIS.
Meski begitu, pada peristiwa Rabu kemarin, aparat belum mengetahui pasti kelompok yang menyergap tim yang terdiri dari sejumlah anggota Angkatan Bersenjata Niger dan lima pasukan US Special Forces (Green Beret). Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (6/10/2017).
Sedangkan seperti dikutip dari CNN, pihak AS menyebut, pelaku penyergapan berjumlah hingga sekitar 50 orang dan mungkin terafiliasi dengan ISIS. Menewaskan 3 tentara elit AS.
Penyergapan itu dikonfirmasi oleh Komando Militer AS di Afrika setelah Radio France International (RFI) melaporkan peristiwa tersebut untuk pertama kali.
"Kami mengonfirmasi laporan yang beredar tentang penyergapan terhadap pasukan gabungan AS dan Niger di wilayah barat daya Niger," jelas juru bicara US Africa Command, Letkol (AL) Anthony Falvo.
"Para korban telah dievakuasi. Mereka yang terluka berada dalam kondisi stabil dan akan mendapat perawatan di Landstuhl Regional Medical Center di Jerman."
Baca Juga
Advertisement
Pejabat setempat, Namatta Abubacar mengonfirmasi, lima serdadu Angkatan Bersenjata Niger tewas dalam penyergapan yang terjadi di wilayah Tillaberi itu.
Sementara itu, seorang diplomat pemerintah setempat melaporkan, para pelaku penyergapan diduga datang dari Mali, negara yang bertetangga dengan Niger di barat.
Pada sebuah laporan tambahan, CNN menyebut, pihak militer koalisi tengah mengorganisasi serangan balasan, dipimpin oleh pasukan anti-teror Prancis yang menempati pos operasi di Chad dan Niger.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah dihubungi oleh Kepala Staf Gabungan Gedung Putih John Kelly terkait peristiwa itu. Komunikasi tersebut dilakukan saat Trump berada di Air Force One usai mengunjungi Las Vegas yang menjadi lokasi penembakan massal pada 1 Oktober lalu.
Angkatan Bersenjata Niger yang didukung oleh pasukan Barat tengah melaksanakan operasi militer sporadis melawan militan ekstremis di kawasan dan wilayah sekitarnya.
US Africa Command mengerahkan sekitar 800 personel (sebagian besar anggota US Special Forces) yang ditugaskan ke beberapa region, seperti salah satunya di Pangkalan AU Agadez, Niger. Mereka dikerahkan dalam kapasitas untuk melatih dan membantu pasukan keamanan setempat.
Personel AS juga ditugaskan untuk terlibat dalam operasi pengumpulan info intelijen, pengintaian, serta membantu pasukan Jerman dan Prancis --yang tengah melaksanakan operasi militer di Mali, Niger, Chad, dan beberapa negara tetangga.
Militan ekstremis kerap terkonsentrasi di kawasan Gurun Sahel, yang masuk dalam teritori sejumlah negara meliputi Niger, Chad, Senegal, Mali, Mauritania, Nigeria, Chad, Sudan, dan lainnya.
Selain AQIM dan militan pro-ISIS, kelompok bersenjata yang baru terbentuk, yakni Islamic State in the Greater Sahara juga kerap mengklaim sejumlah serangan yang terjadi di kawasan Gurun Sahel.
Geoff D Porter, kepala firma analis North Africa Risk Consulting menilai, meningkat dan meluasnya aktivitas militan ekstremis mungkin akan mendorong perubahan operasi militer koalisi Barat, yang semula terkonsentrasi di Libya, menjadi ke Senegal dan Chad ke selatan.