Liputan6.com, Karangasem - Made Tunas (62), seorang warga Desa Muncan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, mengenang letusan Gunung Agung pada 1963. Erupsi gunung tertinggi di Pulau Dewata saat itu meluluhlantakkan sebagian besar besar pedesaan di sekitar lereng.
"Ketika itu saya berusia sekitar tujuh tahun. Saya masih sangat ingat bagaimana awan panas dan juga lahar mengalir di sungai dekat desa," kata Tunas, Jumat (6/10/2017), dilansir Antara.
Ketika Gunung Agung memberi sinyal akan meletus, kata Tunas, warga yang berdiam di sekitar lereng tidak serta merta mengungsi. Banyak yang tetap bertahan di rumah masing-masing hingga enam bulan setelah letusan pertama terjadi.
"Saya sendiri masih ingat ketika itu diajak bapak mengungsi setelah enam bulan gunung meletus. Kami mengungsi ke wilayah Nongan. Ketika itu belum ada kendaraan. Ngungsi ya harus jalan kaki," tuturnya.
Baca Juga
Advertisement
Desa Muncan ketika itu memang tidak teraliri lahar, tapi awan panas sempat menerjang sejumlah wilayah. Bukan hanya itu saja, banyak warga tewas karena meminum air di sungai yang tercemari zat berbahaya berasal dari material letusan.
"Penduduk di sini banyak yang jalan kaki menuju pengungsian. Di tengah jalan saat mengungsi, banyak yang kehausan dan akhirnya meminum air sungai. Setelah minum, beberapa saat setelah itu, semuanya mati," ucapnya.
Tunas membandingkan keadaan ketika Gunung Agung akan meletus pada 1963 lalu dengan sekarang. "Saat ini gawat sekali. Belum apa-apa warga sudah diimbau mengungsi. Kalau dulu itu aman-aman saja pada awalnya. Ketika gunung mulai mengeluarkan asap besar, baru akan meletus itu," ucap dia.
Berdasarkan pengalaman itu, Tunas memilih tinggal di rumahnya di Desa Muncan yang berjarak kurang lebih 11 kilometer dari puncak Gunung Agung. Ia masih merasa aman, meskipun sanak keluarganya sudah mengungsi ke Kota Denpasar.
"Anak-anak memang sudah ngungsi semua ke Denpasar. Saya pilih jaga rumah dan bersih-bersih rumah," kata Tunas.
Sementara itu, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan aktivitas kegempaan Gunung Agung masih berada pada level tinggi. Gempa dalam satu hari rata-rata berkisar antara 600-700 kali. Hal tersebut menandakan gunung tertinggi di Pulau Dewata tersebut masih sangat mungkin untuk meletus.
Di sisi lain, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, data terakhir jumlah pengungsi mencapai 150.109 tersebar di 420 titik di sembilan kabupaten/kota di Bali.
Saksikan video pilihan berikut ini: