Liputan6.com, Jakarta - Masa-masa sekolah buat saya adalah masa yang paling bikin senang. Ini karena buat saya, sekolah merupakan tempat di mana saya bisa bertemu dengan banyak sekali karakter manusia, dari mereka yang usianya sebaya, lebih muda, lebih tua, sampai yang tua seperti sebagian guru saya.
Tapi tahu tidak, satu-satunya hal yang tidak begitu saya sukai di sekolah adalah waktu sedang belajar. Bukan, bukan materi pelajarannya, tapi rutinitasnya. Rasanya pegal sekali duduk di depan meja belajar selama berjam-jam tiap hari selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Anehnya, saat-saat yang saya sukai justru adalah saat-saat di luar kelas, dimana saya bisa kumpul dan main bareng dengan teman-teman. Apa yang terjadi? Karena saya tidak pernah duduk berlama-lama, saya jadi tidak pernah bisa menyerap pelajaran dengan sempurna. Karena kalau kelamaan duduk, kaki saya pegal. Rasanya selalu ingin berdiri.
Akhirnya, nilai saya di sekolah gak bagus-bagus amat. Biasa saja. Sampai kadang saya suka iri ke teman-teman yang bisa punya nilai bagus. Mereka bisa dengan tekun belajar, dan mendapatkan nilai sempurna atau hampir sempurna pada hampir semua mata pelajaran.
Baca Juga
Advertisement
Akhirnya, selama bertahun-tahun setelah selesai sekolah saya selalu memaafkan diri sendiri dengan mengatakan bahwa: “Tak apa-apa, dulu nilai saya engga bagus-bagus amat karena memang saya tidak pernah betah duduk hingga berjam-jam. Coba waktu itu sebagai murid saya diberi kesempatan untuk bebas berdiri kapanpun kaki saya terasa pegal, dan saya diberi kesempatan belajar sambil berdiri, kalau perlu dengan meja belajar yang setinggi dada sehingga saya bisa belajar di meja belajar dalam keadaan sambil berdiri, jadinya saya tidak perlu gagal memahami keseluruhan materi yang diberikan hanya karena kaki saya pegal karena kelamaan duduk.”
Tapi, kalau saya ingat-ingat lagi, sepertinya ada hal yang membuat sebagian murid juga tidak begitu senang waktu sedang belajar. Apa itu? Materinya.
Di Sekolah, kita seringkali hanya diajarkan tentang bagaimana supaya bisa pintar dalam hal sains seperti fisika, matematika, biologi, serta hal selain sains seperti bahasa, seni, sejarah, dan lain sebagainya. Tetapi kalau diperhatikan betul-betul, sekolah seringkali tidak mengajarkan kepada kita tentang dunia nyata, dunia yang betul-betul kita hadapi sehari-hari.
Betul bahwa kita perlu matematika. Matematika memungkinkan kita untuk bisa menghitung berapa jeruk yang akan dibeli, berapa kembalian yang akan didapat kalau membayar dengan uang sekian rupiah dan seterusnya.
Betul bahwa kita perlu belajar biologi, karena perlu tahu tentang dimana letaknya jantung, paru-paru, usus, dan lain sebagainya. Kita perlu semua itu.
Tetapi ada hal yang lupa diajarkan, yaitu dunia nyata, dunia yang kita hadapi sehari-hari, yaitu tentang berteman, bersosialisasi, bagaimana mengatasi rasa takut, dan yang juga sangat penting dalam kehidupan: Uang.
Dulu, saya tidak pernah mengerti kenapa saya perlu belajar matematika, biologi, fisika, bahasa inggris, sejarah, menggambar, dan sebagainya, walaupun belakangan saya jadi tahu apa gunanya, dan memang sangat berguna.
Tetapi waktu keluar kelas, saya berhadapan langsung dengan banyak orang, berteman, membayar jajanan dengan uang saku, dan sebagainya dan sebagainya.
Itulah menurut saya dunia nyata yang langsung saya hadapi sehari-hari yang saya rasakan tidak didapatkan pelajarannya di sekolah. Tapi buat saya, justru dunia nyata itulah yang menarik.
Di sekolah, kita jarang sekali diajarkan tentang uang. Satu-satunya hal tentang Uang yang diajarkan di sekolah adalah: “Sekolahlah, belajar yang baik, naik kelas dengan prestasi, sekolah setinggi mungkin, sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang baik dengan posisi yang baik, sehingga nanti kamu akan mendapatkan gaji dan kompensasi yang baik. Jadi, ujung-ujungnya adalah Uang.”.
Lha, kalau belajar dan sekolah itu ujung-ujungnya untuk dapat uang, kalau begitu kenapa tidak langsung saja belajar tentang uangnya
Belakangan, dalam beberapa tahun terakhir, untunglah banyak sekolah yang sudah mulai memasukkan materi tentang uang, yaitu lewat pembelajaran kewirausahaan. Walaupun baru sedikit, tapi paling tidak sudah mulai ada. Nah, disinilah peran orangtua.
Orangtua harus mulai memberikan pelajaran tentang keuangan kepada anak untuk melengkapi apa yang belum lengkap diberikan oleh sekolah. Bagaimana caranya?
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
5 cara mengenalkan uang ke anak
1. Definisi uang dan fungsi
Saya pikir sudah saatnya orangtua memberitahu apa itu uang dan seperti apa fungsinya. Kalau dia masih sangat kecil, ajarkan untuk membedakan uang menurut nilainya, apakah itu Rp 10 ribu, Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, atau Rp 100 ribu.
Tentunya, tidak hanya cukup diberitahu bahwa uang itu adalah alat tukar, tapi juga lebih dari itu, yaitu sebagai alat untuk bisa membiayai berbagai pengeluaran dalam hidup seperti sekolah, beli sayur di pasar, beli mainan, beli buku, sepeda, dan sebagainya.
2. Lakukan simulasi lewat permainan
Gunakan permainan papan seperti monopoli atau berbagai permainan papan lain yang menggunakan uang untuk bahan simulasi anak. Hubungi toko board game terdekat Anda dan cari permainan-permainan seperti ini.
Simulasi lewat permainan sangat baik karena tidak ada risiko kehilangan uang, toh hanya permainan. Dan harus main rutin, bukan 1-2x saja. Makin rutin makin baik.
3. Ajak anak belajar transaksi
Kalau Anda pergi belanja, ajak anak Anda untuk ikut membayar ke kasir. Biasakan dia merasakan sendiri perbedaan menggunakan uang kecil dan uang besar.
Di sini, pelan-pelan Anda juga bisa mengajarkan anak tentang perbedaan harga dan nilai. Harga adalah jumlah uang yang harus dibayar untuk mendapatkan barang dan Jasa.
Sementara Nilai adalah kualitas dan kuantitas yang akan didapat dari harga yang dibayar.
4. Belajar investasi
Latih anak Anda untuk mulai berinvestasi. Bisa dengan memberitahu dulu tentang definisi investasi, yaitu tindakan untuk mendapatkan keuntungan dari aset yang kita miliki, entah itu berupa pendapatan tetap atau kenaikan harga.
Produk-produk seperti tabungan dan emas bisa jadi dua produk awal yang bisa dikenalkan kepada anak soal investasi.
5. Ajak berbisnis
Ajak anak Anda untuk mulai berbisnis, yaitu dengan membuat sesuatu dan menjualnya ke orang lain. Atau membeli sesuatu dan menjualnya lagi ke orang lain, kalau bisa sih dengan nilai tambah.
Dia akan dapat uang nanti, tapi fokusnya sih sebetulnya bukan di uangnya, tapi di pelajarannya. Ada banyak gunanya kalau anak Anda belajar berbisnis.
Dia akan belajar bagaimana cara membuat sesuatu, menghadapi orang lain, menghitung dan melakukan transaksi.
Ada banyak lagi cara tambahan yang bisa digunakan dalam memberi pendidikan soal uang ke anak. Tapi segini dulu deh. Mudah-mudahan bermanfaat dan bisa dipraktekkan.
Safir Senduk & Rekan
Telepon: (021) 2783-0610
HP: 0811-355-000 (Dala Rizfie-Manajer)
Twitter/Instagram: @SafirSenduk
Advertisement