Fokus, Papua - Mengunyah pinang, bagi masyarakat Papua, adalah bagian dari kehidupan mereka. Tidak hanya kaum wanita, lelaki dan anak-anak pun gemar mengunyah pinang.
Rasa asam dan pahit dari buah pinang yang berbaur dengan rasa pedas dari sirih, dan tepung kapur, dan terasa segar di mulut, menjadi kenikmatan tersendiri saat mengunyah pinang.
Advertisement
Seperti ditayangkan Fokus Sore Indosiar, Jumat (6/10/2017), selain dapat menguatkan gigi, sensasi seperti ini yang membuat banyak orang menyukai mengunyah pinang. Tak heran, di Bumi Cendrawasih ini, penjual sirih pinang dijumpai di banyak tempat.
Petani di Skouw Sae, Muara Tami ini, menanam pinang dengan dengan membiarkan buah pinang tua jatuh ke tanah. Sehingga batang-batang pinang ini tumbuh tidak beraturan.
Pinang mulai berbuah setelah empat tahun ditanam dan akan terus berbuah hingga berusia 30 tahun. Pinang kualitas terbaik berupa buah yang tua, namun berwarna hijau. Dan buahnya bulat, serta berkulit tipis.
Untuk 1 kg buah pinang dihargai hingga Rp30 ribu/kg dan dari lahan seluas 2 hektar dapat dihasilkan buah pinang sebanyak 25 karung. Mengunyah pinang juga menjadi saat-saat untuk mempererat hubungan satu sama lain. Karena pada saat seperti ini, mereka menjalin komunikasi dengan bertukar cerita.