Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi mencabut moratorium pembangunan mega proyek reklamasi Teluk Jakarta. Kabar itu disampaikan Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Tuty Kusumawati.
"Dari Pak Menko Maritim, Alhamdulillah, sudah ditandatangani. Sudah (dicabut)," kata Tuty di Balai Kota Jakarta, Jumat 6 Oktober 2017.
Advertisement
Kemenko Maritim memberi lampu hijau melanjutkan pembangunan proyek reklamasi ke Pemprov DKI melalui surat bernomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017. Surat tertanggal 5 Oktober 2017 itu merupakan jawaban surat Pemprov DKI.
Sebelumnya, Pemprov DKI mengajukan surat ke Kemenko Kemaritiman pada 23 Agustus dan 2 Oktober 2017. Isinya meminta peninjauan kembali moratorium reklamasi.
Kemenko Kemaritiman melakukan rapat koordinasi dengan Pemprov DKI. "Disepakati bahwa Reklamasi Pantai Utara Jakarta sudah tidak ada permasalahan lagi dari segi teknis maupun segi hukum," bunyi surat Kemenko Kemaritiman.
Surat yang sama juga menegaskan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencabut sanksi administratif kegiatan PT Kapuk Naga Indah dan PT Muara Wisesa Samudra. Perusahaan-perusahaan itu merupakan pengembang pulau reklamasi C, D, dan G.
Dua hal itu melatarbelakangi pencabutan moratorium reklamasi. Menurut Tuty, pencabutan moratorium berlaku pada 17 pulau reklamasi.
"Penghentian Sementara (moratorium) pembangunan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku," tutup surat tersebut.
Staf Khusus Menko Kemaritiman, Atmadji Sumarkidjo, membenarkan kehadiran surat itu. Sementara, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Kemaritiman, Ridwan Djamaludin, belum bisa memberikan penjelasan rinci. "Maaf, saya masih rapat di Medan," kata dia melalui aplikasi percakapan pada Liputan6.com.
Pada September lalu, Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan menyatakan tidak ada alasan lagi untuk menunda reklamasi Teluk Jakarta. Pasalnya, kajian teknis menghasilkan tidak ada masalah dengan proyek tersebut dan pendapatan dari proyek tersebut sebagian akan digunakan untuk memodali pembangun tanggul raksasa (giant sea wall).
Luhut mengatakan, semua persyaratan pengembang yang diminta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta untuk pulau C dan D sudah dipenuhi, sehingga tidak ada alasan untuk menunda pembangunannya.
"Semua persyaratan pengembang yang diminta KLH ada 11 titik sudah dipenuhi, jadi tidak ada alasan berlama-lama," kata Luhut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Rabu 13 September 2017.
"Mengenai Pulau G lagi difinaliasi, kita berharap minggu depan selesai. Sehingga, tidak ada alasan lagi untuk tidak mengeluarkan atau tidak membolehkan proses di sana," ujarnya.
Menurut Luhut, Pemerintah Daerah akan mendapat bagian 15 persen, setara dengan Rp 77,8 triliun, dari proyek tersebut. Dana ini bisa dianggarkan untuk pembangunan tanggul laut raksasa penangkal abrasi untuk menghindari penurunan tanah di Jakarta.
Sementara, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat berterima kasih atas pencabutan moratorium. "Memang sudah seharusnya dicabut. Kalau enggak boleh, sejak zaman dulu dong enggak boleh, kan sudah sejak tahun 95-97," kata Djarot di Balai Kota Jakarta.
Pencabutan itu, menurut Djarot, penting. Salah satu alasannya untuk menjaga iklim investasi. "Kan tidak mungkin kami harus menggugurkan sedangkan investasi sedang dilakukan di sana," ucapnya
Namun, Djarot mengingatkan kewajiban kontribusi pengembang 15 persen dari total nilai jual objek pajak (NJOP) lahan harus masuk Perda, bukan masuk APBD, alias tidak berubah-ubah setiap tahun. Plus, harus dimanfaatkan untuk fasilitas publik.
Di pihak lain, Direktur Proyek Pulau G, Andreas Leodra, mengaku belum menerima surat resmi pencabutan moratorium pulau reklamasi. Pulau G sendiri salah satu pulau dari 17 pulau rencana proyek reklamasi.
"Kami sampai saat ini belum menerima surat resmi dari pemerintah terkait pencabutan moratorium," kata Andreas saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat 6 Oktober 2017 sore.
Pulau G dikelola dan dikembangkan PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land. Pengelolaan oleh PT Muara Wisesa berdasarkan surat keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama Nomor 2.238 tahun 2014.
Moratorium proyek reklamasi diteken Rizal Ramli tahun lalu. Saat menjabat Menko Kemaritiman, Rizal mengeluarkan SK Nomor 27.1/Menko/Maritim/IV/2016 tertanggal 19 April 2016.
Terganjal Raperda
Meski mendapat lampu hijau dari pemerintah pusat, reklamasi masih terganjal aturan. DKI belum memiliki payung hukum untuk pembangunan proyek reklamasi.
Tuty Kusumawati mengatakan akan berkirim surat pada DPRD DKI untuk menuntaskannya. Pemprov DKI meminta Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWPPPK) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta segera dibahas dan disetujui.
Bila dua Raperda disahkan, menurut Tuty, pembangunan proyek reklamasi bisa dilanjutkan. Pemprov DKI juga berkorespondensi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
"Kemudian untuk ATR (meminta) persetujuan substansi," Tuty menandaskan.
Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik, mengatakan pembahasan dua raperda terkait reklamasi menunggu surat resmi dari Pemprov DKI.
"Ya tergantung Pemda bersuratnya kapan, kita kan belum terima. Kalau sudah terima kita siapkan," kata Taufik saat dihubungi di Jakarta, Jumat 6 Oktober 2017.
Bila surat sudah di tangan DPRD, ia optimis raperda akan tuntas dalam waktu dekat. Pembahasan, lanjut dia, tinggal terganjal satu ayat soal kewajiban pengembang membayar 15 persen sebagai kompensasi.
"Ini kan sisa satu ayat saja. Bisa sebentar. Zonasi kan tinggal (dibawa ke rapat) paripurna, tata ruang tinggal satu ayat," tandasnya.
Advertisement
Kejar Momentum?
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) punya pandangan berbeda. Manajer Kampanye Pesisir, Laut dan Pulau Kecil Walhi, Ony Mahardika, menduga pencabutan moratorium reklamasi hanya mengejar momen sebelum pelantikan gubernur baru. Sebab, lanjut Ony, Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, menolak reklamasi.
Ony mempertanyakan acuan pemerintah mencabut moratorium reklamasi. Menurut Ony, moratorium reklamasi menunjukkan ada masalah dalam proyek itu. Selama moratorium, seharusnya pemerintah mengevaluasi dan mengkaji seluruh aspek.
"Selama ini pendekatannya cuma soal administrasi," kata dia ketika dihubungi Liputan6.com.
Menurut dia, Kemenko Kemaritiman pernah melakukan kajian soal reklamasi. Namun hasilnya tidak disampaikan terbuka kepada publik.
Dari sisi ekonomi dan lingkungan, lanjut dia, reklamasi Teluk Jakarta bermasalah. Reklamasi akan memberangus nelayan yang bermata pencarian di laut. "Poros maritim yang digembar-gemborkan pemerintah jadi omong kosong," imbuhnya.
Selain itu, 13 alur sungai yang bermuara di Teluk Jakarta pun akan terdampak. Beban lingkungan pun bertambah. Potensi banjir, kata Ony, bakal meningkat.
Koalisi masyarakat sipil yang menolak reklamasi kini tengah berhitung. Mereka menjajaki semua opsi yang mungkin diambil setelah pemerintah mencabut moratorium.
Bola kini ada di tangan Anies-Sandi bila nanti pembahasannya belum selesai di masa Gubernur Djarot. Raperda butuh persetujuan pihak eksekutif untuk disahkan. Ony meminta Anies-Sandi berkomitmen dengan janji kampanye.
Namun, Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik mengatakan, meski Raperda reklamasi dilanjutkan, bukan berarti Anies dan Sandi melanggar janji.
"Pak Anies-Sandi itu (melarang), selama dia (pengembang) masih melanggar (aturan)," kata Taufik yang juga Wakil Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi ketika Pilkada DKI lalu..
Anggota tim sinkronisasi Anies-Sandi, Marco Kusumawijaya, juga enggan berkomentar banyak. "Saya anggota, jadi tidak bisa komentar. Ketua (tim sinkron) saja," ucapnya.
Sementara Ketua Tim Sinkronisasi Anies-Sandi, Sudirman Said, belum bisa dihubungi sampai Jumat 6 Oktober malam.
Pada awal Agustus lalu, Sudirman menyatakan mendukung keputusan DPRD DKI untuk menunda pengesahan Raperda Reklamasi. Alasannya, Pemprov DKI Jakarta sedang pada masa transisi.
"Saya kira itu sikap yang baik karena dalam periode transisi. Ini kan keputusan yang berdampak pada jangka panjang. Raperda itu akan berdampak pada periode Pak Anies-Sandi," ujar Sudirman di kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa 1 Agustus 2017.
Akan lebih elok, kata Sudirman, kalau pengesahan Raperda Reklamasi ditunda sampai Anies dan Sandi resmi bertugas.