Penjualan Mobil Listrik Hancurkan Industri Minyak Dunia

Permintaan bahan bakar minyak (BBM), bakal turun seiring dengan semakin banyaknya mobil listrik yang bakal diproduksi. Kenapa?

oleh Arief Aszhari diperbarui 09 Okt 2017, 06:10 WIB
Stasiun pengisian mobil listrik.

Liputan6.com, Tokyo - Permintaan bahan bakar minyak (BBM), bakal turun seiring dengan semakin banyaknya mobil listrik yang bakal diproduksi. Ditambah, dengan semakin banyaknya negara yang melarang penjualan mobil konvensional dalam beberapa waktu ke depan.

Melansir Carscoops, Sabtu (7/10/2017), kendaraan listrik yang bakal beredar dan efisiensi bahan bakar yang lebih baik bisa mengurangi sebanyak 3,5 juta barel per hari permintaan BBM di 2025.

Jika kendaraan listrik mampu menempati sepertiga pasar pada 2040, hal tersebut bisa menyebabkan penurunan permintaan BBM sebanyak 9 juta barel per hari, atau sekitar 90 persen dari produksi di Arab Saudi setiap hari.

Menurut analis Barclays, kendaraan listrik masih memiliki jalan yang panjang sebelum mencapai status pasar massal. Hal tersebut karena harga mobil yang masih mahal, daya tahan baterai, dan kemampuan industri otomotif untuk memproduksi dengan cepat kendaraan listrik.

Namun, negara-negara seperti Prancis, Jerman, Inggris, Tiongkok, serta India sudah mengusulkan untuk melarang atau membatasi penggunaan kendaraan dengan mesin konvensional.

Untuk diketahui, penjualan global kendaraan listrik sendiri naik 40 persen di tahun lalu, dengan jumlah kendaraan listrik di jalan sekitar 2 juta unit. Namun, saat ini harga untuk penjualan BBM memang semakin murah, sehingga konsumen masih sangat tertarik untuk membeli SUV dengan konsumsi bahan bakar yang boros.


Tutup Pabrik Mobil Konvesional

Honda tutup pabrik di Jepang (Foto: Carscoops)

Langkah mengejutkan diambil salah satu produsen otomotif besar. Honda menutup salah satu pabriknya di Jepang. Langkah ini sebagai bagian dari pengurangan seperempat produksi di Negeri Matahari Terbit.

Menurut Kepala Eksekutif Honda, Takahiro Hachigo, produsen mobil tersebut akan merampingkan operasi di negara asalnya dengan menutup pabrik Samaya pada 2022, dan mengalihkan fokusnya ke kendaraan listrik dan teknologi masa depan lainnya.

"Karena kami lebih fokus pada penerapan elektrifikasi dan teknologi baru lainnya. Kami ingin mengasah keahlian manufaktur kendaraan kami di Jepang dan mengembangkannya secara global," ujar Hachigo seperti dikutip Carscoops.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya