Liputan6.com, Jakarta - Putusan sidang praperadilan Setya Novanto dibacakan hakim tunggal Cepi Iskandar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 29 September lalu. Status tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua DPR itu dinyatakan tidak sah.
Seperti ditayangkan Kopi Pagi dalam Liputan6 Pagi SCTV, Minggu (8/10/2017), KPK pun diminta menghentikan penyidikan kasus mega korupsi E-KTP elektronik dengan tersangka tokoh sentral Partai Golkar tersebut. Tak ayal, keputusan hakim jadi perdebatan.
Advertisement
KPK melihat banyak kejanggalan dalam sidang, termasuk saat hakim menolak mendengarkan bukti rekaman percakapan keterlibatan Setnov. Maka tak berlebihan bila politisi Partai Beringin itu disebut sulit dijangkau hukum.
Sederet kasus hukum pernah menyentuh nama Setnov, namun tak satu pun yang berujung putusan pidana. Mulai dari skandal Bank Bali 1999, kasus beras impor 2005, dan korupsi PON Riau 2012.
Lebih heboh, kasus papa minta saham pada November 2015. Rekaman pembicaraan dengan Presdir PT Freeport Ma'roef Sjamsoedin dan pengusaha Riza Chalid, Setnov dituding mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.
Terakhir, nama Setnov disebut sebagai salah satu pengendali proyek E-KTP dan menerima Rp 300 miliar. Lagi-lagi, Setnov lepas dari jeratan.
Sepanjang penyidikan kasus korupsi E-KTP, hanya satu kali Setnov memenuhi pemanggilan penyidik KPK. Padahal kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini telah menyeret enam tersangka, termasuk Setnov.
Namun, Setnov melawan. Setelah 17 Juli ditetapkan sebagai tersangka, pada 4 September dia mengajukan gugatan praperadilan.
Pada 11 September, Setnov mangkir dalam panggilan pemeriksaan sebagai tersangka dengan alasan sakit. Sedangkan pada 18 September, Setnov kembali mangkir pada panggilan kedua KPK dengan alasan yang sama yaitu sakit.
Tak ayal, sakitnya Setnov di tengah proses penyidikan menimbulkan reaksi masyarakat. Apalagi, Senin malam lalu, Setnov pun dikabarkan meninggalkan rumah sakit hanya tiga hari setelah gugatan praperadilannya dikabulkan.
Tapi KPK tidak tinggal diam. Komisi Antirusuah itu kemungkinan akan mengeluarkan surat penyidikan baru serta memperpanjang pencekalan Setnov hingga April 2018.
Belakangan, muncul bukti baru. Agen FBI menyatakan Setnov menerima jam tangan mewah merek Richard Mille seharga Rp 1,8 miliar dari Johannes Marliem, saksi kunci E-KTP yang dilaporkan tewas bunuh diri Agustus lalu.
Jam itu mirip yang dipakai Setnov saat bertemu Presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa waktu lalu. Lantas, bagaimana akhir drama panjang kasus korupsi E-KTP?