Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) mengeluhkan kendala dalam menjalankan program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga di Wilayah Terpencil, Terdepan dan Terdepan (3 T).
External Communication Manager Pertamina Arya Dwi Paramita mengatakan, faktor utama yang mempengaruhi kemajuan dalam menjalankan program BBM satu harga adalah, kondisi medan yang berat. Ini diperparah belum adanya akses jalan yang memadai, faktor cuaca dan jarak.
Baca Juga
Advertisement
"Kendala memang yang utama itu daerah 3T yang biasanya pelosok itu, akses selalu masalah kesiapan lembaga penyalur di sana," kata Arya, di Jakarta, Senin (9/10/2017).
Menurut Arya, saat ini Pertamina sudah menyediakan 25 lembaga penyalur BBM di wilayah 3 T. Sedangkan targetnya tahun ini Pertamina harus membangun 54 lembaga penyalur.
Meski kurang dari setengah, sementara waktu yang tersisa tinggal 3 bulan lagi, dia mengklaim capaian tersebut masih sesuai dengan program. "Capaian target kita jalankan sesuai program sekarang setengahnya," dia menjelaskan.
Arya mengungkapkan, Pertamina akan tetap menjalankan program sesuai penugasan, baik dari sisi harga BBM yang dijual sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah. "Kita tetap jalanin sesuai penugasan," tutur Arya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui, pelaksanaan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga menghadapi tantangan. Lantaran dari target 54 penyalur BBM saat ini baru beroperasi 25 penyalur.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial, dari 54 lembaga penyalur resmi BBM yang ditargetkan beroperasi pada 2017, saat ini baru 25 pernyalur. Sehingga dalam waktu tiga bulan PT Pertamina (Persero) harus mengejar target, membangun 29 lembaga penyalur BBM resmi, untuk melaksanakanprogram BBM satu harga.
"Secara roadmap, Pertamina merencanakan 54 titik. Sampai saat ini sudah 25 (lembaga penyalur). Kami masih punya waktu tiga bulan. Pertamina kerja keras untuk mempercepat," kata Ego, seperti yang dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM.
Ego menuturkan, besarnya biaya yang dikeluarkan PT Pertamina (Persero) untuk mewujudkan program BBM satu harga, tidak sebanding dengan keistimewaan yang diberikan pemerintah ke Pertamina dalam menjalankan bisnis lain.
Dia mencontohkan, Pertamina telah diberikan kesempatan mengoperatori Blok Mahakam dengan cuma-cuma. Padahal jika diberikan ke operator lain harus membayar US$ 2 miliar-US$ 3 miliar.
"Jadi pemerintah juga memikirkan Pertamina secara keseluruhan. Kalau kita lihat secara segmentasi, Direktorat (divisi) Pemasaran Pertamina sudah mengeluarkan sekitar Rp 600 miliar sampai Rp.700 miliar setahun. Tapi, di satu komposisi lainnya, Pemerintah menyediakan Pertamina secara korporasi. Contoh, Pemerintah mempercayakan pengembangan Blok Mahakam kepada Pertamina, kalau kita hitung Blok Mahakam harganya sekitar US$2 sampai US$ 3 miliar. Pemerintah sangat berkepentingan untuk membesarkan Pertamina," papar Ego.
Tonton Video Pilihan Ini: