Liputan6.com, Sumba Barat - Di tengah kota yang sedang bertumbuh, masih kokoh berdiri sebuah kampung adat yang teguh memegang agama, nilai adat, dan tradisi dan telah diturunkan dari generasi ke generasi.
Waikabubak adalah ibu kota Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, yang terletak di sebuah lembah dengan populasi penduduk sekitar 26.423 jiwa. Kota yang terus beranjak membangun diri tersebut nyatanya masih mempunyai banyak kampung adat yang telah begitu lama berdiam di atas puncak bukit di pinggir maupun di tengah kota.
Kampung Tarung merupakan salah satu destinasi yang selalu masuk dalam daftar penjelajahan wisatawan di Sumba Barat. Cukup beberapa menit saja dari pusat kota, maka kita sudah bisa melihat wajah asli budaya Sumba yang begitu murni.
Baca Juga
Advertisement
Kampung ini bukan sekadar kampung biasa, melainkan juga berfungsi sebagai institusi sosial dan keagamaan (Marapu). Inilah salah satu potret terbaik menyentuh langsung agama Marapu di Sumba, bersama tradisinya yang tidak banyak berubah sejak masa lampau.
Rumah adat Sumba atau uma (rumah) merupakan bentuk bangunan adat dengan arsitektur vernacular pencakar langit. Strukturnya segi empat di atas panggung yang ditopang tonggak-tonggak kayu dengan kerangka utama tiang turus (kambaniru ludungu) sebanyak empat batang. Selain itu, juga ada 36 batang tiang (kambaniru) berupa struktur portal dengan sambungan pen memakai kayu mosa, kayu delomera, atau kayu masela.
Ada tiga bagian utama rumah adat Sumba. Pertama, bagian atap rumah (toko uma) berbentuk kerucut seperti menara biasa digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka. Terkadang pula di sana digunakan untuk menyimpan hasil panen.Kedua, ruang hunian (bei uma) yang tidak menyentuh tanah. Pada ruang dalam dibedakan atas ruang akses untuk pria dan wanita. Ada juga ruang hunian berlantai bambu untuk tempat bermusyawah berupa beranda luas (bangga). Ketiga, bagian bawah rumah (kali kabunga) menjadi kandang ternak, seperti kambing, babi, atau bahkan kuda dan kerbau.
Selain bagian dari struktur bangunan rumah adat di atas, ada beberapa jenis bangunan adat dengan peruntukan khusus di Sumba, yaitu rumah tinggi bertingkat tempat memelihara ternak kuda dan babinya di kolong rumah (Uma Jangga), rumah keramat pemujaan Marapu atau roh leluhur yang tidak dipergunakan sebagai tempat tinggal (Uma Ndewa), serta rumah besar tempat bermusyawarah adat (Uma Bukolu).
Bila diperhatikan, sambungan atap bangunan ini memakai ikatan dengan usuk maupun penutup atap dari ilalang. Sistem struktur yang sederhana ini berkaitan dengan tidak dikenalnya alat pertukangan selain parang dan kampak. Sebab, orang Sumba baru mengenal logam ketika Portugis mulai menguasai wilayah ini.Kepala Dinas Pariwisata NTT, Marius Jelamu, mengatakan di Kampung Adat Tarung terdapat beberapa rumah adat utama dengan fungsinya masing-masing, yakni:
1. Uma Rato, sebagai Ina Ama dan sebagai penunggu kedatangan Uma Tuba
2. Uma Mawinne, sebagai penentu tibanya bulan suci
3. Uma Wara, sebagai tempatnya tombak adat/Nobu Wara
4. Uma Dara, sebagai tempat kuda adat
5. Roba Delo, sebagai tempat perang adat
6. Uma Marapu, tempat ritual Podu untuk persembahan ayam
7. Uma Madiata, sebagai pembawa lagu adat
8. Wee Kadaa/Ledo Naba, sebagai tempat kuda adat, penarikan batu kubur dan sebagai pembawa air suci yang terkena kilat
9. Jaga Wogu/Pollu Batana, sebagai rumah induk
10. Ana Wara Ana Uma, sebagai tempat perang adat
11. Ana Uma Madiata, sebagai tempat perang adat
12 Uma Ana Wara Ana Uma, sebagai Kaito Utta/ Poppu Winno, sebagai penerima tamu pertama
Selain itu, menurut Marius, terdapat beberapa benda pusaka yang kini ditetapkan sebagai cagar budaya di Kampung Adat Tarung, Sumba Barat, NTT. Di antaranya, Beddu/Ubbu atau tambur, Katuba atau tambur kecil, Talla atau gong, Kasaba atau simbal, Teko atau parang, Nobbu atau tombak, Toda atau tameng, Pamuli/Tabelo atau maraga, Lele/Lagaro atau aksesori, Pega, Koba, Gori, piring, mangkuk, dan cawan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kampung Adat Tarung Musnah Terbakar
Marius juga menyesalkan kebakaran yang melanda Kampung Adat Tarung. Sebab, Kampung Adat Tarung merupakan situs budaya yang harus dipelihara. Apalagi, kampung tersebut menjadi tujuan wisatawan domestik maupun mancanegara.
"Sehingga dengan kebakaran ini pastinya sangat terganggu, karena sangat potensial," ucap Marius, kepada Liputan6.com, Senin (9/10/2017).
Dia pun meminta Pemerintah Kabupaten Sumba Barat untuk segera membangun kembali Kampung Adat Tarung yang terbakar. "Bupati harus segera menyurati Gubernur NTT dan juga Menteri Pariwisata, sehingga bisa dibantu sesuai kewenangan masing-masing," kata Marius.
Kebakaran tersebut menjadi pembelajaran bagi kampung adat lain di NTT. "Di kampung adat harus juga disiapkan bak-bak penampungan air untuk mengantisipasi kebakaran. Intinya untuk sumber air dan lisrik di area kampung adat harus difasilitasi pemda," Marius memungkasi.
Sebelumnya,kebakaran melanda Kampung Adat Tarung, Sumba Barat, NTT, pada Sabtu, 7 Oktober 2017, sekitar pukul 16.00 Wita. Amukan si jago merah menghanguskan 28 rumah dan dua rumah ibadah bagi warga penganut kepercayaan Marapu.
"Dua rumah ibadah itu Uma Kabubu dan Uma Wano Kalada, tempat suci masyarakat yang menganut kepercayaan Marapu," ucap Kapolres Sumba Barat, AKBP Mohamad Erwin, kepada Liputan6.com, Minggu, 8 Oktober 2107.
Menurut dia, dari keterangan saksi, sumber api berasal dari rumah milik Welem Wolu. Warga sempat berupaya memadamkan api, tetapi gagal karena seluruh rumah adat beratap alang-alang.
"Api cepat merambat ke rumah lain karena atapnya alang-alang," ujar Mohamad.
Tidak ada korban jiwa dalam kebakaran di Kampung Adat Tarung, Sumbawa Barat. Sejauh ini, polisi masih mengusut penyebab kebakaran tersebut.
Advertisement