Liputan6.com, Jakarta - United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), bersama dua negara peninjau, melakukan country visit review putaran kedua terhadap implementasi Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC) di Indonesia. Perhelatan itu dilaksanakan di Jakarta, pada 9 - 11 Oktober 2017.
UNODC diwakili oleh Tanya Santucci dan Mohamed Cherbal. Sementara dua negara peninjau diwakili oleh Charles Ayamdoo (Ghana) dan Ebtihag Alkamal (Yaman).
Advertisement
Pemerintah Indonesia yang hadir dalam country visit review antara lain, Laode Syarif dan Saut Situmorang (Komisioner KPK), Febrian Ruddyard (Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemlu RI), Moermahadi Soerja Djanegara (Ketua BPK), perwakilan PPATK, serta 25 kementerian dan lembaga negara lain.
"Country visit review ini bisa membahas segala hal yang berkaitan dengan korupsi dan upaya Indonesia dalam memerangi masalah itu, terkhusus sesuai dengan mandat UNCAC," jelas Saut Situmorang dalam kata sambutannya di Jakarta, Senin (9/10/2017).
"Review ini juga melibatkan berbagai lembaga karena pemberantasan korupsi, bukan semata urusan satu agensi saja."
Sementara itu, Febrian mengatakan, "Review ini merupakan bentuk sinergi antara Indonesia dengan UNODC dan UNCAC, dalam hal komitmen kita untuk memperketat regulasi dan serta penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi."
"Ibaratnya, kegiatan ini seumpama compliance check-up. UNODC serta Yaman dan Ghana selaku dua negara yang ditunjuk oleh PBB, memeriksa kita, sudah sejauh mana kita patuh dengan Konvensi tersebut," lanjut sang direktur jenderal.
Tahun ini, review yang dilakukan UNODC dan dua negara peninjau terhadap Indonesia adalah tentang pencegahan dan pemulihan aset, pencegahan pencucian uang, kerja sama internasional untuk tujuan perampasan, unit intelijen keuangan, dan deteksi transfer hasil-hasil kejahatan. Semua itu diatur dalam Konvensi PBB Anti-Korupsi di Bab II dan Bab V.
"Para reviewer (UNODC, Ghana, dan Yaman) akan melakukan dialog dengan para pemangku kepentingan dan institusi terkait di Indonesia, guna melakukan klarifikasi serta meninjau sudah sejauh mana pelaksanaan implementasi kedua bab itu. Dan, apakah semua itu sudah sesuai dengan Self-Asessment Chechklist UNCAC," jelas Saut dalam sesi konferensi pers.
Sementara itu, Laode menimpali, "Hampir semua sudah yes. Tinggal penyesuaian untuk hal pemulihan aset saja yang masih perlu kita benahi. Nah, caranya dengan membenahi UU Tipikor kita yang usang itu, yang harus diperbaharui selaras dengan yang diatur oleh UNCAC."
Laode dan Saut juga menjelaskan, KPK serta berbagai instansi maupun lembaga yang berkecimpung dalam pemberantasan korupsi masih menemui sejumlah kendala serta pekerjaan ruah yang belum terselesaikan, dalam hal mematuhi dan meratifikasi penuh UNCAC di Indonesia.
"Kita masih ada pekerjaan rumah dari country visit review putaran pertama periode 2010 - 2015 yang ditinjau oleh UNODC serta Inggris dan Afghanistan. Ada 32 rekomendasi dari mereka, 25 di antaranya terkait perundang-undangan. Namun dari semua rekomendasi itu, baru 8 yang diratifikasi," kata Diani Sadiawati, Governmental Expert UNCAC untuk Indonesia dan staf ahli Bappenas, pada perhelatan yang sama.
Sedangkan, para komisioner KPK yang hadir menjelaskan, "Kendala kita untuk meratifikasi secara penuh adalah masalah sistem perundang-undangan kita serta parlemen. Karena, 25 rekomendasi itu kan terkait perundang-undangan, yang notabenenya pekerjaan parlemen. Tapi nyatanya tidak diselesaikan oleh mereka sampai saat ini."
"Mereka (parlemen) justru sibuk mau mengubah UU pendirian KPK. Padahal kalau mau memberantas korupsi, yang diubah bukan UU pendirian KPK itu, tapi UU Tipikor kita yang sudah usang dan harus ditinjau lagi sesuai review UNCAC," papar Laode.
Di samping seluruh permasalahan itu, Tanya Santucci, peninjau dari UNODC mengapresiasi langkah dan komitmen Indonesia selama ini dalam urusan kepatuhan terhadap UNCAC.
"Harapannya, country visit review ini mampu memberikan dampak besar terhadap upaya melawan korupsi di negara yang bersangkutan. Serta, menjadi ajang untuk bertukar masalah dan pengalaman antara negara peninjau dengan yang ditinjau secara terbuka. Review ini, beserta partisipasi ke depan dari lembaga dan instansi terkait, merupakan kunci untuk membentuk legal framework pemberantasan korupsi di Indonesia," papar Tanya.