Liputan6.com, Lampung Timur - Matahari baru pecah di kawasan Taman Nasional Way Kambas, Lampung, Sabtu, 7 Oktober 2017. Pagi itu terlihat puluhan gajah mulai menjalani rutinitas pagi di salah satu area lapang di dalam taman nasional. Di antara gajah-gajah besar, ada juga beberapa gajah kecil.
Way Kambas memang dikenal sebagai pusat konservasi gajah. Ada sekolah gajah yang masih aktif di Taman nasional Waykambas. Saat ini, sekitar 69 gajah sedang 'bersekolah' dan dirawat di pusat konservasi. Adapun total populasi gajah liar di Taman Nasional Way Kambas diprediksi 200 ekor.
"Gajah aslinya hewan malam, tapi gajah yang di pusat pelatihan mengikuti ritme orang," kata Triowadi, salah seorag ranger di taman nasional tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Pantauan Liputan6.com, diketahui gajah-gajah di pusat pelatihan mengikuti kurikulum pelatihan gajah. Kemampuan gajah-gajah itu ditingkatkan secara bertahap.
"Ada catatannya, gajah ini sudah mampu apa, gajah lainnya sudah bisa apa. Selain itu ada catatan kesehatannya," kata Sutaman, mantan pawang gajah.
Gajah-gajah terlatih di Way Kambas itu juga punya jadwal piket. Gajah yang dapat jatah piket bertugas menyambut para pengunjung TN Way Kambas. Selain menyaksikan atraksi gajah, pengunjung juga bisa merasakan sensasi naik gajah.
"Intinya menumbuhkan kesadaran konservasi," kata Sutaman yang kini bertugas sebagai polisi khusus hutan di TN Way Kambas.
Menyelamatkan gajah adalah bagian dari konservasi lingkungan secara luas. Untuk menjaga keberlanjutan gajah juga hewan lain, yang bisa dilakukan adalah menjaga lingkungan agar rantai makanan tetap berjalan alami.
Sutaman menjelaskan, konflik gajah dan manusia yang sering terjadi disebabkan karena 'miskomunikasi' antara gajah dan manusia dalam memanfaatkan alam. Dari berbagai berita sebelumnya kerap diinformasikan bahwa gajah merusak kebun penduduk, sehingga warga mengusirnya.
"Aslinya, kebun itu adalah jalan gajah yang dimanfaatkan manusia untuk berladang. Gajah setia pada rute perjalanannya, sementara manusia tidak sadar kalau kebunnya itu lintasan gajah," jelasnya.
Konflik gajah dan manusia hingga kini terus dicegah. Konservasi gajah untuk penyelamatan lingkungan juga masih berjalan dan terus ditingkatkan. Jika ingin melihat agenda ini dari dekat, datang saja ke Waykambas. Tak sulit mencarinya, hanya masuk sekitar 5 kilometer dari jalan lintas Sumatera antara Merak-Lampung.
Sangat menarik menyaksikan aktivitas gajah di Waykambas ini. Jika tak ingin naik gajah atau melihat atraksinya, swafoto dengan gajah juga seru. Melihat gajah dari dekat pun tak kalah menarik, akan terlihat bagaimana lentik bulu matanya.
Pemindahan Gajah yang Dramatis
Bicara tentang konservasi gajah tak bisa meninggalkan sebuah operasi penyelamatan gajah yang dramatis pada 1982, yakni Operasi Ganesha. Tim beranggotakan 400 orang dalam Satuan Tugas Operasi Ganesha yang dipimpin Letkol I Gusti Kompyang (IGK) Manila memindahkan sekitar 232 gajah dari Air Sugihan ke Lebong Hitam, Lampung, sejauh 70 kilometer.
Dari berbagai sumber yang mengisahkan operasi tersebut, pemicunya adalah persitiwa ratusan gajah masuk dan terperangkap di dalam perkampungan transmigran Air Sugihan, Sumatera Selatan yang sebelumnya merupakan habitat gajah Sumatra.
Emil Salim, Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup saat itu melaporkannya ke Presiden Soeharto. Presiden Soeharto memerintahkan Brigjen Try Sutrisno sebagai panglima Kodam IV Sriwijaya saat itu untuk tidak menembak melainkan memindahkan kawanan gajah tersebut ke tempat lain.
Rute pemindahan ini medannya cukup berat dan diawali dengan pembuatan jalur beserta pagar pembatas untuk dilewati kawanan gajah. Satgas Ganesha sendiri terdiri dari beberapa tim seperti tim kesehatan, angkutan, teritorial, penerangan, logistik, komunikasi, penggiring, zeni, pengamanan personel, evaluasi dan tim yang dilengkapi dengan helikopter.
Ratusan gajah maupun anggota tim harus melewati rawa, hutan, serta sungai yang amat lebar. Proses pemindahan berlangsung mengharukan. Salah satu ceritanya adalah usaha seekor induk gajah yang menggendong anaknya masuk ke air.
Sang induk masuk ke air lalu mendekatkan punggungnya ke tepian agar anaknya naik. Sampai di seberang, induk gajah merendahkan badan agar anaknya dapat turun.
Operasi Ganesha dimulai pada 15 November 1982 dan berakhir pada 22 Desember 1982. Seluruh kawanan gajah pun tiba di kawasan Lebong Hitam.
Advertisement
Taman Nasional Way Kambas
Taman Nasional Way Kambas memiliki luas lebih kurang 125,631 hektare. Lokasinya di bagian tenggara Pulau Sumatera di wilayah Provinsi Lampung. Way Kambas dirintis menjadi kawasan pelestarian alam sejak lama.
Penetapan kawasan pelestarian alam tersebut untuk melindungi kawasan yang kaya akan berbagai satwa liar, di antaranya adalah tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus), enam jenis primata, rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), harimau Sumatera (Panthera tigris), beruang madu.
Dari jenis satwa tersebut, sampai dengan saat ini keberadaannya masih terjaga dengan baik, antara lain yang dikenal dengan The Big Five mammals yaitu tapir, gajah Sumatera, harimau Sumatera, badak Sumatera, dan beruang madu
Sejak 1924, kawasan hutan Way Kambas dan Cabang menjadi daerah hutan lindung. Selanjutnya, seperti dikutip dari situs TN Way Kambas, pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak 1936 oleh Resident Lampung, Mr. Rookmaker. Pada 1978, Suaka Margasatwa Way Kambas diubah menjadi Kawasan Pelestarian Alam (KPA) oleh Menteri Pertanian.
Kawasan Pelestarian Alam diubah menjadi Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) pada 1985. Pada 1 April 1989 bertepatan dengan Pekan Konservasi Nasional di Kaliurang Yogyakarta, Kawasan Taman Nasional Way Kambas dideklarasikan dengan luas 130,000 ha.
Kemudian pada Maret 1991 dinyatakan sebagai Taman Nasional Way Kambas, di mana pengelolaannya oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Way Kambas yang bertanggung.jawab langsung ke Balai Konsevasi Sumber Daya Alam II Tanjung Karang.