Liputan6.com, Purwokerto - Demonstrasi menolak proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Depan Pendopo Sipanji Purwokerto, Jawa Tengah, berakhir ricuh, Senin malam, 9 Oktober 2017, pukul 22.15 WIB. Aksi itu dibubarkan paksa polisi dan Satpol PP.
Dalam pembubaran itu, aparat melakukan kekerasan terhadap para demonstran tak pandang bulu. Bahkan, aparat melakukan kekerasan verbal dan fisik kepada sejumlah jurnalis yang meliput aksi itu.
Aparat memukuli dan nyaris merampas kamera wartawan Metro TV, Darbe Tyas. Saksi dalam kejadian tersebut, Dian Aprilianingrum mengatakan, saat itu, Darbe tengah mengambil gambar aparat yang mulai merangsek maju ke kerumunan demonstran yang berkumpul di sekitar Tenda Posko Perjuangan.
Dian yang kala itu membuntuti Darbe dari belakang mengaku melihat langsung Darbe ditarik, dikeroyok, dipukuli, dan diinjak. Melihat kejadian itu, Dian sempat berteriak-teriak sembari mengatakan berkali-kali bahwa Darbe adalah wartawan.
"Darbe juga memperlihatkan ID Card wartawan. Tapi tetap dipukuli," ujar Dian, Selasa (10/10/2017).
Baca Juga
Advertisement
Tak hanya Darbe, ia pun sempat mendapat kekerasan verbal dari polisi berupa permintaan untuk menyerahkan kamera, pelarangan memotret, dan sempat memegang kamera milik Darbe. Namun, ia akhirnya dibiarkan setelah salah seorang polisi yang bertugas mengenalinya.
"Aku alami luka cakar saat pembubaran paksa," ucapnya.
Koordinator Tim Riset Aliansi Selamatkan Slamet, Dian Hamdani menginformasikan sebanyak 24 demonstran ditangkap dalam kejadian itu. Dua di antaranya harus dirawat di rumah sakit. Mereka adalah Cen dari AGRA dan Iqra Fitra, jurnalis Persma Fakultas Hukum Unsoed.
"Yang pertama Iqra dilarikan ke RS DKT, kemudian yang kedua Cen menyusul dirawat di Klinik Lantas," Iyan, sapaan akrabnya, menjelaskan.
Kekerasan yang dialami demonstran dan jurnalis di Purwokerto itu pun menuai protes keras organisasi profesi wartawan, PWI dan AJI Purwokerto. Kedua organisasi ini menilai, kekerasan itu adalah bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Purwokerto, Imam Pamungkas menyatakan, pihaknya tidak pernah menginstruksikan penghapusan rekaman kegiatan demonstrasi yang berujung ricuh itu kepada bawahannya. Ia juga menyatakan, Satpol PP hanya sebagai pendukung dalam kegiatan pengamanan aksi demo tersebut.
"Kami selalu menunggu komando dari Kapolres. Di bawah undang-undang, kami ada di bawah polisi. Kewenangan semua di bawah polisi, kami hanya pendukung," kata Imam.
Namun, ia menyanggupi untuk mengusut dugaan tindak kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan anak buahnya. Ia meminta dukungan dokumentasi untuk mempermudah pengusutan kasus itu.
"Sekali lagi kami mohon maaf setulus-tulusnya. Semoga tidak terulang lagi di kemudian hari," kata Imam.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Demonstran Alami Kekerasan
Aksi damai menolak proyek Pembangkit Listrik Tenaga panas Bumi (PLTP) Baturraden di depan gerbang Pendopo Sipanji Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah berakhir ricuh, Senin malam, sekitar pukul 22.00 WIB.
Pada pukul 21.50 WIB, melalui pengeras suara, aparat memperingatkan massa untuk membubarkan diri. Sebab, berdasarkan hasil negosiasi, pukul 22.00 WIB merupakan waktu akhir demonstrasi.
Pukul 22.00 WIB, Perwakilan Aliansi Selamatkan Slamet, lewat pengeras suara, meminta ada perwakilan dari Pemkab atau kepolisian untuk bernegosiasi ulang perihal waktu demonstrasi.
Akan tetapi, dari dalam pendopo, di mana polisi bersiaga, kembali terdengar peringatan agar peserta demonstrasi PLTP membubarkan diri, serta mengingatkan bahwa waktu perpanjangan demonstrasi yang hanya sampai pukul 22.00 WIB telah habis.
Lantas, tiba-tiba sekitar pukul 22.00 WIB, ratusan polisi dan Satpol PP merangsek ke arah demonstran yang saat itu tengah duduk-duduk di Tenda Posko Perjuangan. Sejumlah demonstran ditarik paksa ke dalam pendopo. Ada pula demonstran yang dipukul.
Sekitar 22.30 WIB, demonstran PLTP yang ditarik ke dalam pendopo diangkut keluar dari pendopo. Diduga mereka dibawa ke Polres Banyumas. Belum diketahui pasti berapa orang yang ditangkap. Sementara ini, baik dari kepolisian maupun Aliansi Selamatkan Slamet belum memberikan konfirmasi.
Advertisement