Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah (MA) mengabulkan gugatan warga negara untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta. Putusan MA itu ditetapkan Selasa 10 Oktober 2017.
Ma juga memerintahkan Pemprov DKI Jakarta memutus kontrak pengelolaan air dengan PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengaku belum menerima salinan putusan tersebut.
Advertisement
"Enggak tahu, belum diberi tahu saya, Biro Hukum harus pelajari dulu seperti apa. Karena itu sudah berjalan dengan Palyja dan Aetra sejak berapa tahun lalu," kata Djarot di Balai Kota Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Ia belum dapat memperkirakan dampak putusan MA tersebut. Karena itu, Djarot belum bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil.
"Apa sahamnya Aetra, Palyja kita beli semua? Kan dia invest, atau seperti apa kita belum tahu. Karena dulu pernah kita mau ambil sahamnya tapi enggak jadi karena ada kasus hukum," jelas dia.
Hanya saja, Djarot menegaskan keputusan apa pun yang nanti diambil jangan sampai mengganggu pelayanan air bersih di Ibu Kota.
"Fokusnya itu pelayanan pada warga jangan sampai terganggu," tegas Djarot.
Masih Dipelajari
Sementara itu, PAM Jaya sebagai BUMD pengelola air di Jakarta juga masih mempelajari putusan tersebut.
"Supaya tidak salah interpretasi atas substansi, PAM Jaya akan mempelajari dahulu dari salinan putusannya kalau sudah terbit," kata Dirut PAM Jaya, Erlan Hidayat.
Putusan MA menyatakan pihak tergugat yaitu Pemprov DKI telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta. Hal itu terwujud dalam pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) 6 Juni 1997 yang diperbarui pada PKS tertanggal 22 Oktober 2001 yang berlaku hingga saat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Advertisement