Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) tidak khawatir keuangannya akan terganggu seiring penurunan subsidi listrik yang direncanakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, rencana penurunan subsidi listrik yang diusulkan pemerintah ke Badan Anggaran DPR dalam RAPBN 2018 tidak perlu dikhawatirkan, karena kondisi keuangan perusahaan saat ini masih berada dalam kondisi normal. "Ini baru perkiraan. Jadi enggak khawatir seperti itu," kata dia di Jakarta, Selasa (11/10/2017).
Baca Juga
Advertisement
Sarwono mengungkapkan, saat ini PLN masih menunggu hasil perundingan antara pemerintah dengan DPR dalam penetapan kerangka makro APBN 2018. Jika memang anggaran subsidi berkurang PLN akan tetap menerimanya.
"Dari anggaran. Tapi kan anggaran juga menunggu itu. Finalnya menunggu," tutur Sarwono.
Dia menuturkan, untuk mendapat pembayaran subsidi listrik dari pemerintah, PLN harus menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dia pun belum bisa memperkirakan kebutuhan subsidi listrik tahun depan. Jika subsidi tidak cukup maka PLN akan menagih ke pemerintah, kalau kelebihan PLN akan mengembalikannya.
"Sebenarnya apapun besarnya akan tergantung audit BPK juga. Meskipun kita dikasih besar juga, nanti audit BPK malah menembalikan juga," papar dia.
Pemerintah mengajukan pengurangan subsidi energi, yaitu bahan bakar minyak (BBM), elpiji, dan listrik dalam postur sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 ke Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, subsidi energi diusulkan Rp 103,4 triliun pada Rancangan APBN 2018. Namun, subsidi diusulkan berkurang Rp 8,8 triliun menjadi Rp 94,5 triliun dalam postur sementara APBN 2018.
"Untuk sisi subsidi telah disepakati arti di dalam asumsi ini adalah sebesar Rp 94,5 triliun. Ada penurunan Rp 8,8 triliun dari pagu RAPBN 2018," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyebutkan subsidi yang dikurangi antara lain subsidi BBM tahun berjalan. Dalam RAPBN 2018 diusulkan Rp 10,4 triliun, kemudian diturunkan menjadi Rp 10,3 triliun. Sementara subsidi elpiji turun dari usulan RAPBN 2018 sebesar Rp 40,7 triliun menjadi Rp 40,6 triliun. "Subsidi BBM dan elpiji turun Rp 4,3 triliun," tamnbah dia.
Adapun subsidi listrik, dalam RAPBN 2018 diusulkan Rp 52,2 triliun, kemudian diturunkan Rp 4,6 triliun dalam postur sementara APBN 2018. Akhirnya, subsidi listrik menjadi Rp 47,7 triliun.
Sri Mulyani mengungkapkan, usulan penurunan subsidi energi karena pemerintah juga mengusulkan acuan nilai tukar rupiah dipatok menguat dari 13.500 menjadi 13.400 per dolar Amerika Serikat dalam postur sementara APBN 2018. Selain itu, juga ada pembayaran subsidi pada tahun berikutnya (carry over).
"Karena perubahan kurs dan carry Rp 5 triliun (untuk subsidi BBM dan elpiji), serta subsidi listrik yang turun akibat perubahan asumsi kurs dan adanya kebijakan carry over5 triliun," tutur Sri Mulyani.
Tonton Video Pilihan Ini: