Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan pembentukan Densus Antikorupsi membutuhkan besar.
"Totalnya adalah Rp 2,6 triliun," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi III di gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Advertisement
Dana sebesar itu, kata Tito, akan dibagi untuk beberapa keperluan. Yang pertama, tutur Tito, Rp 786 miliar untuk belanja pegawai.
Kemudian, belanja barang untuk operasional penyelidikan, penyidikan dan lainnya sebesar Rp 359 miliar serta Rp 1,55 triliun digunakan untuk belanja modal. Termasuk untuk membuat sistem dan kantor, serta pengadaan alat penyelidikan, surveilance, dan penyidikan.
Polri akan membentuk satgas wilayah untuk mendukung kinerja Densus Antikorupsi. Tito menjelaskan lebih rinci. Nantinya akan ada enam satgas wilayah tipe A, 14 satgas tipe B, dan 13 satgas tipe C. Adapun jumlah personel yang dibutuhkan 3560.
"Ini bisa dipenuhi dari personel yang ada," tambah Tito.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini mengaku, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang pembentukan Densus Antikorupsi.
Polri, sambung dia, mengajukan permohonan kepada presiden untuk menyampaikan paparan dalam rapat kabinet terbatas yang diikuti oleh kementerian lembaga lainnya.
"Ini sedang kami tunggu waktunya," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Ajak Kejaksaan
Sebelumnya, Tito menyampaikan akan memasukkan unsur Kejaksaan dalam Densus Antikorupsi. Hal ini sengaja dilakukan guna mencegah terjadinya bolak-balik berkas perkara kasus korupsi.
"Kami berharap nanti di densus ada tim dari Kejaksaan. Sehingga potensi bolak-balik berkas tidak terjadi," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi III di gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Tito mencontohkan, adanya satu kasus korupsi besar yang telah lama ditangani Bareskrim. Namun berkas perkaranya belum juga dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan.
Kasus itu, lanjut dia, adalah perkara korupsi penjualan kondensat milik negara yang dilakukan Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) ke PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait PKN kasus ini, negara dirugikan Rp 35 triliun.
Advertisement