Modal Nekat dan Vespa Tua, Wanita Muda Ini Jelajahi Jakarta-Papua

Mengayuh vespa tua, Trigel mulai aksi solo riding ke ujung timur Indonesia pada bulan Juni 2017. Simak cerita seru perjalannya di sini.

oleh Doddy Irawan diperbarui 13 Okt 2017, 17:00 WIB
Berawal dari mimpi, Trigel akhirnya berhasil mencium aspal ujung timur Indonesia, Papua.(Foto: Dok. Pribadi Trigel)

Liputan6.com, Jakarta Jangan pernah berhenti bermimpi sebelum Anda meraih impian tersebut. Berbekal tekad kuat untuk bisa mencium tanah Papua, wanita berhijab ini memulai petualangannya menggapi mimpi dengan mengendarai motor skuter Vespa tua dari Jakarta. Hebatnya, Trigel, demikian dia akrab disapa, berangkat tanpa ditemani rombongan touring. Ya, dia berangkat sendirian.

Itinerary pun dia susun sedemikian rupa. Tak lupa, Trigel memastikan mesin Vespa tua miliknya dalam kondisi prima. Segala macam perbekalan selama di jalan termasuk persediaan uang saku, telah dia rinci satu per satu. Dia juga mengurus surat jalan resmi ke kepolisian agar perjalanannya aman terkendali. Wanita kelahiran Jakarta, 14 Juni 1995 ini juga berkorespondensi dengan teman-teman komunitas Vespa di rute-rute yang akan dia lalui.  

Aksi solo riding Trigel ke ujung timur Indonesia ini dimulai akhir Juni 2017, atau beberapa hari setelah usianya genap 22 tahun. Tak lupa wanita bernama lengkap Trigel Astari Trianida ini berpamitan pada delapan sahabatnya di komunitas pecinta Vespa yang menaunginya yaitu Ladiescoot Veronicaa, yang bermarkas di Bogor, Jawa Barat.

Bungsu dari tiga bersaudara ini pun memulai perjalanan panjangnya bersama 'Melty', demikian dia menyebut motor Vespa super keluaran tahun 1973 tersebut. 

"Setelah berpamitan sama Ibu dan kedua kakak, saya mulai gas tipis-tipis si Melty menuju Bogor. Dari situ, saya didampingi Teh Nelly, Ketua Ladiescoot Veronicaa, sampai Cianjur. Setelah itu, dimulailah petualangan menuju Papua," cerita Trigel saat dihubungi Health-Liputan6.com via telepon, Jumat, (13/10/2017).  

 

Saksikan juga video berikut ini: 


Solo riding ibarat menjelajah sirkuit alam

Dari Cianjur, Trigel menuju ke Bandung. Meski secara fisik dia riding seorang diri, sebagai skuteris wanita, Trigel tak pernah merasa galau. Setiap kota yang dia lewati, Trigel pasti disambut dan dijamu oleh komunitas Vespa setempat. Dia yakin 1000 persen dengan slogan para skuteris Indonesia yaitu "Satu Vespa Sejuta Saudara".

Lepas dari Bandung, dia menuju ke Tasikmalaya dan kemudian lanjut ke Banjar Pratoman. Berikutnya, Melty melaju menyusuri Yogyakarta, Solo, dan Purwodadi.

"Sampai di Purwodadi, saya berhenti untuk ziarah ke makam almarhum Bapak. Saat berdoa di makam, saya jadi teringat masa-masa Bapak masih ada. Beliau sangat keras melarang saya naik Vespa. Namun, saya tak bisa berdusta kalau saya sangat cinta dengan Vespa. Dari kecil saya udah bermimpi bisa naik Vespa mengelilingi seluruh penjuru Ibu Pertiwi," curhat Trigel yang ditinggal ayahanda tercinta saat dia duduk di kelas 3 sekolah menengah atas.

Foto dok. Liputan6.com

Dari Purwodadi, Trigel bergerak menuju Surabaya. Sebelum menyeberang dan menumpang kapal ke Makassar, ia sempat mlipir sebentar mengunjungi teman-teman komunitas Vespa di Malang. Menurut cerita dalam vlog pribadinya, menjelajah aspal itu ibarat bermain di sirkuit alam. Menerabas panas, berlindung dari hujan, berjuang menahan dingin, dan bisa mengagumi dari jarak dekat betapa indahnya kekayaan alam Indonesia.

"Dari Malang, kemudian saya kembali lagi ke Surabaya untuk menyeberangi Pulau Jawa menuju Sulawesi. Saya stay di Makassar kurang lebih satu bulan. Selama di Makassar, saya keliling silaturahmi ke berbagai komunitas Vespa di sana. Jalan-jalan ke Kota Daeng, sampai camping bersama teman-teman di hutan pinus Malino. Sambil menunggu jadwal kapal dari Makassar menuju Papua, yang trayeknya hanya ada sebulan sekali," jelas Trigel.

 


Drama Hampir Ditinggal Kapal

Wanita yang memiliki pembawaan ceria ini menceritakan tak mudah untuk bisa menyeberang ke Timika, Papua. Apalagi bagi wanita yang membawa kendaraan sendirian. Segala bentuk identitas pribadi, kelayakan mesin kendaraan, kelengkapan surat-surat sampai perpajakan, semuanya diperiksa.

Jadwal keberangkatan yang penuh dramatis itu pun tiba. Dalam akun Instagram pribadinya, Trigel menjelaskan drama yang dimaksud. Saat di pelabuhan Paotere Makassar, dia sempat divonis tidak bisa berangkat naik kapal barang Nastisa 01.

"Terima kasih dramanya hari ini Pak Ricki (beliau pengguna Vespa yang ngebantu untuk penyebrangan) pagi-pagi ditelpon kamu kenapa belom diantar vespanya kapal sudah tutup pintu dan sudah ingin berlayar, spontas nangis karena kapal ini cuma satu-satunya kapal terakhir menuju timika, dan dengan enaknya si bapak ngomong udah nangis buru yang kejer nanti saya mundurkan lagi kapalnya. Hmm oke dan ujung-ujungnya cuma ngerjain. Hmm alhasil kesana dan ketika sampe sana mau bayar, dianya gak ada katanya ketemu saja di timika," jelas Trigel lewat postingannya.

Foto dok. Liputan6.com

Drama berlanjut karena perjalanan Makassar-Timika melalui jalur laut, menurut Trigel, memakan waktu yang tidak sebentar, yaitu sepuluh hari. Setelah hampir dua minggu memandangi kekayaan maritim ujung timur Indonesia, Trigel pun tiba di Timika pada akhir September 2017.

"Alhamdulillah, saya akhirnya bisa meninggalkan jejak tangan di Tugu Bhinneka Tunggal Ika yang ada di Merauke. Pada tahun 2016 lalu, saya pun telah berhasil solo riding dari Jakarta sampai ke Sabang," ucapnya bangga.

 


Disambut Suku Kamoro

Hari ini, Jumat (13/10/2017), dia telah menjelajah keindahan Papua selama dua pekan. Selama di Papua, dia disambut hangat oleh teman-teman komunitas Koteka Vespa Club (Kovac). Begitu banyak tujuan yang ingin lalui di Papua bersama skuter tua kesayangannya. Trigel pun bersyukur bisa dilibatkan secara aktif, termasuk memandu acara di event Noken Scooterist Papua 3 pada tanggal 7 dan 8 Oktober kemarin.

Foto dok. Liputan6.com

"Kehidupan sosial dan budaya di Papua itu luar biasa. Saya sampai merinding bisa menyaksikan langsung tarian adat tentang cara penyambutan tamu, rasa bersyukur, sampai mengucap terima kasih. Dalam dua hari itu, saya juga terhibur oleh senam khas a la Timika. Saya juga berinteraksi dengan Suku Kamoro, salah satunya soal ritual wajib mencoretkan kapur ke wajah tamu dari luar Papua. Makna simbolisnya adalah, kita semua bersaudara," beber Trigel.

Seperti apa cerita menarik Trigel selanjutnya? Ikuti terus kisahnya ya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya