5 Alasan Mengapa Guardiola Sangat Spesial di Dunia Sepak Bola

Kualitas Guardiola tak perlu diragukan lagi, baik sebagai pemain maupun pelatih.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Okt 2017, 21:10 WIB
Pep Guardiola (AFP/Glyn Kirk)

Liputan6.com, Barcelona - Pep Guardiola tidak butuh sebuah perkenalan dalam dunia sepak bola. Kariernya sebagai pemain maupun pelatih sudah menggambarkan semuanya.

Dianggap sebagai salah satu pemain terbaik dari generasinya, Pep Guardiola adalah seorang gelandang kreatif dan berbakat secara teknis. Dia ada dalam tim impian Barcelona yang ditangani Johan Cruyff yang memenangkan gelar Eropa pertama klub.

Setelah pensiun sebagai pemain, Guardiola menjadi pelatih Barcelona B. Pada 2008 silam, dia menggantikan Frank Rijkaard sebagai pelatih kepala di tim utama Barca.

Bersama Barcelona, dia total telah mempersembahkan 14 gelar, termasuk dua Liga Champions, dua Piala Super Eropa, serta dua Piala Dunia Antarklub. Setelah itu, dia mengabdi ke Bayern Munchen dan meraih sukses instan, salah satunya merebut gelar Bundesliga tiga musim secara beruntun.

Dari sekian prestasinya tersebut, sudah jelas sekali tergambar betapa spesialnya sosok Pep Guardiola. Ada lima alasan lainnya mengapa pelatih 46 tahun itu begitu spesial dikutip Sportskeeda:

Saksikan video pilihan berikut ini:


1. Meninggalkan Warisan Tak Ternilai

Pep Guardiola. (AFP PHOTO/CARL DE SOUZA)

Sejak bergabung dengan La Masia di usia 13 tahun, Pep terus memberikan sesuatu istimewa di sana. Dia memulai debut dan menyihir klub Catalunya itu.

Pep adalah pemain berbakat secara teknis yang berkembang sebagai salah satu gelandang bertahan terbaik dari generasinya. Kemampuannya sebagai playmaker yang dalam membawa sesuatu istimewa di dunia sepak bola yang menginspirasi.

Seperti dijelaskan sebelumnya, Pep berada di jantung "Tim Impian" Cruyff yang memenangkan gelar Eropa pertama di Barcelona pada tahun 1992. Pelatih yang kini tukangi Manchester City itu juga membawa Barca meraih empat gelar La Liga berturut-turut dari 1991 sampai 1994.

Pep memperoleh 47 caps untuk Tim Nasional Spanyol dan merupakan bagian dari skuat pemenang medali Emas Olimpiade pada 1992. Dia juga mewakili Spanyol di Piala Dunia pada1994 dan Euro 2000.


2. Menjelma Jadi Pelatih Berkelas

Pep Guardiola. (AFP/Aris Messinis)

Pada 2008, Presiden Barcelona Joan Laporta menghadirkan Pep Guardiola sebagai pelatih baru. Barca baru saja memutus kontrak Frank Rijkaard menyusul musim mengecewakan di kompetisi domestik maupun Eropa.

Keputusan tersebut mengejutkan banyak pihak karena pengalaman minim yang dimiliki manajer berkepala plontos itu. Sebagai pelatih dia hanya berhasil tangani Barca B, itu juga hanya selama 1 tahun.

Guardiola membuktikan semua keraguannya salah dan malah menghadirkan era baru sepak bola berbasis kepemilikan alias tiki-taka. Barca menjadi tim Spanyol pertama dalam sejarah yang meraih treble, yakni La Liga, Liga Champions dan Copa Del Rey.

Selanjutnya, pada 2009, dia melanjutkan kesuksesannya bersama El Barca dengan rebut Piala Super Eropa, Piala Super Spanyol dan Piala Dunia Antar-klub. Bersamanya, Barca menjadi tim pertama dalam sejarah yang telah memenangkan sextuple.

Guardiola memenangkan 14 piala selama masa jabatannya sebagai pelatih Barcelona dari 2008-2012. Catatannya di sana mengilap dengan 158 kemenangan, 47 seri dan 21 kalah dalam 247 pertandingan dengan persentase kemenangan 72,5%.


3. Penemu False 9 dan Tiki Taka

Pep Guardiola dan Lionel Messi saat di Barcelona (AFP/Miguel Ruiz)

Keputusan utama yang diambil Pep adalah melepas pemain yang tidak ada dalam rencananya, termasuk Deco, Samuel Eto'o dan Ronaldinho Gaucho. Dibutuhkan keberanian bagi pelatih manapun untuk menjual mantan pemenang Ballon d'Or, pemain favorit, dan pemain yang masih di puncaknya.

Sebagai gantinya, Pep menyerahkan kaos nomor 10 yang terkenal itu kepada seorang pemain muda Argentina dengan nama Lionel Messi. Pep memperkuat skuat dengan pemain berbakat secara teknis seperti Xavi, Andres Iniesta, Sergio Busquets, Cesc Fabregas, Pedro, Gerard Pique dan Carles Puyol.

Skuatnya itu dibuat untuk memenuhi permintaan sepak bola ala Barca yang punya visi tinggi, tak tersentuh dan Tiki-Taka. Sistem ini juga sangat dimanfaatkan oleh Timnas Spanyol dalam kemenangan Piala Dunia 2010, yang terdiri dari tujuh pemain Barcelona di starting XI.

Di Barca, Messi dimainkan sebagai 'false 9'. Dia diposisikan di antara lini tengah lawan dan lini pertahanan. La Pulga juga memiliki kebebasan untuk berkeliaran di manapun untuk mengatur alur serangan.


4. Beradaptasi dengan Liga yang Berbeda

Manajer Manchester City Pep Guardiola (kanan). (AP Photo/Dave Thompson)

Setelah menjalani cuti panjang selama satu tahun, Pep bergabung dengan Bayern Muenchen untuk mencari tantangan baru. Di Jerman, sekali lagi, banyak yang meragukan kemampuan Pep yang dianggap lebih bermain fisik.

Pep membungkam kritik itu dengan memenangkan Bundesliga, DFB Pokal, Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antar-klub di tahun pertamanya bersama Bayern. Begitulah dominasi Bayern di Bundesliga.

Tidak memenangkan Liga Champions dengan sebuah tim mapan laiknya Bayern mungkin adalah satu-satunya hal yang membuat Guardiola kurang dihargai. Namun itu tak membuat kinerjanya diremehkan apalagi kini bersama Manchester City dia bisa berbuat banyak dan patut dinantikan hasilnya.


5. Senang Kembangkan Pemain Muda

Pep Guardiola memberikan arahan kepada Gabriel Jesus. (doc. Manchester City)

Orang tidak perlu melihat lebih jauh dari skuat Manchester City saat ini untuk mengerti fokus yang diberikan Guardiola pada para senjata mudanya. Sejak mengambil alih tim asal Etihad itu, Pep telah membawa anak-anak muda berbakat seperti Gabriel Jesus, Leroy Sane, John Stones dan Kyle Walker.

Itu tidak hanya berakhir di sini. City telah melakukan investasi yang sehat untuk membeli klub La Liga, Girona. Klub itu diharapkan dapat memfasilitasi kelancaran transisi pemain muda antara Spanyol dan Inggris, baik secara pinjaman maupun kontrak permanen.

Sudah jelas bahwa Pep menganggap bakat muda sangat tinggi dan percaya untuk menanamkan filosofinya. Sehingga mereka belajar tidak hanya untuk sukses dalam satu atau dua musim, melainkan tampil dengan cara menginspirasi generasi yang akan datang. (Eka Setiawan)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya