Liputan6.com, Jakarta: Pemerhati hukum Dian Adriawan berpendapat pembuktian terbalik yang diatur dalam pasal 35 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dapat diberlakukan setelah jaksa bisa membuktikan kejahatan asal, terutama asal-usul harta kekayaan. "Jika jaksa tak bisa membuktikan, majelis hakim dapat membebaskan terdakwa," kata Dian dalam diskusi bertema "Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang" di kawasan Jalan Panglima Polim, Jakarta selatan, Kamis (23/12).
Namun menurut Dian, kesulitannya selama ini, money laundring itu diajukan dalam dakwaan, predicate crime (kejahatan asal) dengan tuntutan pencucian uangnya dijadikan satu. "Jadi, saya rasa sangat sulit untuk membuktikan predicate crime kalau hal tersebut belum incrah (berkekuatan hukum tetap)," ujar staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti tersebut.
Advertisement
Dalam pandangan Dian, selama ini ada transaksi keuangan mencurigakan kemudian baru dicari kejahatan asalnya. "Sulit dong. Apalagi, kalau jaksa tidak bisa membuktikan adanya predicate crime, konsekuensinya ya harus dibebaskan oleh hakim," jelasnya.
Pakar pencucian uang itu mencontohkan dua terdakwa kasus dugaan korupsi Gayus H.P. Tambunan dan terdakwa kasus dugaan pencucian uang Bahasyim Assifie yang muncul kemudian adalah kasus penyuapan. "Itu harus dibuktikan dulu siapa penyuapnya. Tapi, di sini kesulitannya. Kalau bisa ditemukan pemberi suap, jelas penyuapan itu menjadi suatu yang sempurna karena bisa dianggap sebagai predicate crime," katanya.
Ia menjelaskan, jika sejauh ini belum terbukti yang memberi dan menerima suap, sebaiknya diajukan saja kasus itu kembali ke persidangan. "Filosofi money laundring adalah pelaku kejahatan atau pihak lain ikut menikmati hasil kejahatan," ucap Dian.(ANS)