Liputan6.com, Seoul - Seorang aktivis kemanusiaan sekaligus misionaris, Robert Park, yang pernah disiksa di Korea Utara baru-baru ini menyampaikan permohonan kepada Donald Trump.
Dalam permohonan itu, Park meminta Trump untuk tidak menyerang Korea Utara. Alasannya, akan ada jutaan warga tak bersalah yang terkena dampaknya.
Advertisement
Dikutip dari The Independent pada Senin (16/10/2017), Robert Park pergi ke Pyongyang pada 2009. Saat itu, ia memiliki misi mulia: mencari tahu pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Korea Utara. Namun, ia justru ditahan.
Selama 43 hari, ia dikurung dan diinterograsi. Tak hanya itu, ia juga disiksa, diberi obat-obatan, dan secara seksual dilecehkan.
Berangkat dari cobaan berat itulah, Park meminta Presiden AS untuk tidak menyerang Korea Utara. Ia meminta Trump untuk mempertimbangkan jutaan warga Korut, yang tak beruntung karena lahir di negara yang telah dikontrol Dinasti Kim secara turun temurun selama 70 tahun.
"Karena rakyat biasa Korea Utara sudah sangat menderita di bawah rezim turun-menurun, hingga Kim Jong-un. Jika pertempuran pecah, mereka akan jadi korban. Di sisi lain, warga Korsel juga bakal menderita.
Park meminta resolusi damai terkait krisis di Semenanjung Korea. "Jangan pedulikan Kim Jong-un, karena ia juga tak segan menggunakan rakyatnya untuk kepentingan dirinya," tambah dia.
Park memohon kepada Trump dalam sebuah surat terbuka, salah satunya dimuat di South China Morning Post. "Saya dengan tulus memohon, apapun yang akan Anda putuskan untuk dilakukan bersama dengan pemerintah Korea Selatan dan masyarakat internasional, janganlah menyakiti rakyat biasa, baik di Korut maupun di Korsel," kata dia. "Orang Korea sudah terlalu banyak berkorban," lanjutnya.
Permintaan itu ia buat setelah militer AS dan Korea Selatan menggelar latihan militer bersama lanjutan di perairan lepas pantai Semenanjung Korea -- sebuah manuver yang bikin Pyongyang marah besar.
Sebelumnya, Korea Utara telah berulang kali menembakkan rudal balistik ke Jepang dalam upayanya untuk mengembangkan rudal nuklir.
Korut dianggap makin maju dalam pengembangan senjata nuklir meski dalam taraf uji coba. Aksi itu kerap Korut lakukan meski sudah ada ancaman dari Trump bahwa ia akan meluluhlantakan negara itu dengan api dan kemarahan yang tak pernah terjadi sebelumnya.
Namun Park memperingatkan bahwa setiap serangan militer terhadap Korea Utara akan membahayakan jutaan kehidupan tak berdosa di kedua sisi perbatasan di Semenanjung. Menurut dia, solusi damai adalah yang terbaik.
"Tuan presiden, tolong selamatkan kehidupan penduduk Korea Utara dan Korea Selatan. Dalam keadaan apapun. Mohon pertimbangkan keputusan Anda. Perhatikanlah rakyat Korea Utara dan Selatan ketimbang seorang Kim Jong-un, sosok penyendiri yang tak punya teman, tulis sang misionaris.
Disiksa selama dikurung, Park yang lahir di Los Angeles, akhirnya bebas pada Februari 2010. Ia adalah pendiri organisasi Worldwide Coalition to Stop Genocide in North Korea.
Park yang warga AS itu, tinggal di Korea Selatan. Namun, untuk keselamatannya, ia memilih untuk menghindari sorotan publik saat berkampanye tentang Korut.
Permintaan Park terjadi setelah latihan bersama di malam hari antara pesawat bomber B-1 Lancer milik AS dengan sejumlah jet tempur Jepang dan Korea Selatan. Latihan bersama itu diduga membuat Korea Utara kesal. Diyakini negara itu akan meluncurkan rudal dalam waktu dekat.
Trump juga mengirim armada tempur kapal induk, USS Eisenhower. Mereka ditempatkan di Pasifik barat yang mampu menjangkau Korea Utara jika perang pecah.
Saksikan video pilihan berikut ini: