Liputan6.com, Berlin - Hari ini di tahun 1906, seorang tukang sepatu di Jerman sukses menipu sepasukan tentara. Para serdadu itu bahkan membantu pelaku mencuri 4.000 marks --mata uang yang digunakan di Kekaisaran Jerman dari tahun 1873 sampai 1914.
Bagaimana bisa?
Advertisement
Adalah Wilhelm Voigt si pelaku tipu daya tersebut. Seperti dikutip dari History Channel, pria yang kala itu berusia 57 tahun, dengan catatan kriminal panjang, mempermalukan tentara Jerman dengan mengeksploitasi ketaatan buta mereka terhadap atasan.
Tipu daya itu bermula saat Voight yang mengenakan seragam kapten -- entah palsu atau curian -- mendekati sekelompok tentara di Tegel, Jerman, tepat di luar Berlin. Dengan suara dibuat setegas mungkin, ia memerintahkan unit tersebut untuk mengikutinya sejauh 20 mil ke Kota Kopenik.
Setelah makan siang, Voight menempatkan para serdadu dalam posisi siaga, dan menyerbu kantor wali kota.
Kepada para 'bawahannya', ia berdusta bahwa wali kota bersalah dan harus ditangkap, Ia kemudian memerintahkan pasukan untuk membawanya ke tahanan.
Wali kota kemudian dimasukkan ke dalam mobil, dan Voigt memerintahkan agar ia dikirim ke pihak kepolisian di Berlin. Dia kemudian meminta diantar ke kotak penyimpanan uang dan menyita 4.000 marks yang berada di dalamnya.
Dalam perjalanan ke Berlin, Voigt berhasil kabur, membawa uang hasil akal bulusnya itu. Namun, butuh waktu lebih dari beberapa jam di kantor polisi, sebelum para korbannya menyadari bahwa itu semua adalah tipuan.
Meskipun Kaiser atau Kaisar Jerman saat itu, Wilhelm II menganggap kisah perampokan itu lucu, ternyata tak demikian dengan pihak militer. Sebuah perburuan besar-besaran untuk menemukan Voigt dilakukan.
Beberapa hari kemudian, Voigt akhirnya tertangkap di Berlin. Dia dihukum empat tahun penjara atas ulah pencurian yang dilakukannya. Tapi Kaiser mengeluarkannya dalam waktu kurang dari dua tahun.
Voigt justru dianggap sebagai seorang pahlawan rakyat selama sisa hidupnya. Mengenakan seragam kapten, fotonya pun diabadikan. Sejak saat itu ia dikenal dengan sebutan The Captain of Köpenick.
Di belahan Bumi lain, pada 17 Oktober 1931 tercatat sebagai momen saat gembong Mafia Al Capone dijatuhi hukuman penjara selama 11 tahun atas kasus penghindaran pembayaran pajak.
Sementara pada 17 Oktober 1968 sejarah mengabadikannya sebagai hari di mana 'silent protest' atlet di Olimpiade Meksiko melawan rasisme yang akhirnya mendunia. Saat itu, dua atlet berkulit hitam mengukir sejarah. Mereka adalah Tommie Smith dan John Carlos.
Aksi untuk memprotes diskriminasi atau rasisme yang dialami warga kulit hitam di Amerika Serikat (AS) itu mereka lakukan dengan berdiri diam. Smith dan Carlos yang masing-masing meraih medali emas dan perunggu untuk lari 200 meter itu berdiri diam di tengah arena olimpiade saat lagu kebangsaan AS dimainkan.
Sambil menunduk, Smith mengacungkan tangan kanan dan Carlos mengangkat tangan kiri. Keduanya mengenakan sarung tangan hitam, syal hitam, kaus kaki hitam, dan 'nyeker' alias tanpa alas kaki. Perbuatan mereka ini mendapat perhatian dari peserta olimpiade dari berbagai negara. Mendunia.
Setelah meninggalkan podium kemenangan, Smith dan Carlos disoraki banyak penonton. Demikian seperti dimuat laman histori, BBC on This Day.