Arti Hari Pernikahan Putri Jokowi Menurut Penanggalan Jawa

Hari pernikahan putri Presiden Jokowi yang jatuh pada 8 November 2017, berdasarkan penghitungan penanggalan Jawa merupakan hari baik.

oleh Fajar Abrori diperbarui 18 Okt 2017, 01:00 WIB
Ahli penghitungan penanggalan Jawa Museum Radya Pustaka Solo Totok Samiran menunjukkan buku pawukon yang menjadi dasar penghitungan penanggalan Jawa.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Solo - Putri Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kahiyang Ayu akan melangsungkan pernikahan dengan Bobby Afif Nasution pada 8 November mendatang. Penentuan hari pernikahan itu tak sembarangan. Sesuai dengan penanggalan Jawa, 8 November 2017 merupakan hari baik untuk kedua calon mempelai.

Dalam tradisi Jawa ada pemilihan tanggal baik saat menggelar hajatan, termasuk saat memiliki gawe (pernikahan). Pemilihan tanggal baik ini berdasarkan tanggal kelahiran dan weton. Dalam Jawa, weton adalah hitungan neptu hari dan pasaran ketika seseorang dilahirkan.

Pengasuh pawukon Museum Radya Pustaka Solo, Totok Yasmiran menyebut tanggal pernikahan jatuh pada hari Rabu Pahing. Penentuan tanggal itu berdasarkan hari lahir kedua calon mempelai.

"Mbak Kahiyang lahir Sabtu Pon, 20 April 1991, dan Mas Bobby lahir Jumat Wage, 5 Juli 1991," kata dia ketika ditemui di Museum Radya Pustaka, Selasa, 17 Oktober 2017.

Berdasarkan tanggal kelahiran, Kahiyang Ayu memiliki sifat lakuning bayu (murah hati dan teduh) dan rezeki melimpah. Sementara, calon pengantin laki-laki memiliki sifat rahayu, yakni seandainya ada orang bermaksud jahat bakal diurungkan.

"Lalu dalam perhitungan perjodohan Sabtu Pon (neptu 16) ditambah Jumat Wage (neptu 10), maka jumlahnya 26. Kemudian angka 26 dibagi 5, sisanya angka 1. Dan dalam semesta Jawa, angka 1, artinya Sri yang menandakan kesejahteraan," urainya.

Ahli penghitungan penanggalan Jawa Museum Radya Pustaka Solo Totok Samiran menunjukkan buku pawukon yang menjadi dasar penghitungan penanggalan Jawa.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Selain itu, Rabu Pahing memiliki sifat wasesa segara yang berarti tidak mudah sakit hati saat dicaci dan tidak sombong saat dipuji. Hari tersebut dalam perhitungan Jawa juga memiliki sifat sanggar waringin yang berarti bisa saling mengayomi.

"Sehingga yang menikah pada hari itu diharapkan bisa mewujudkan keluarga sakinah," ujar dia.

Totok menjelaskan bahwa penghitungan tersebut bersumber pada sejumlah kitab kuno. Salah satu yang digunakan adalah Serat Pawukon yang ditulis oleh Ki Padmosusastro. Penghitungan penanggalan Jawa juga menggunakan acuan dari kitab primbon yang ditulis oleh R Tanoyo.

"Primbon ini merupakan sari dari sejumlah kitab kuno lain," katanya.

Meski demikian, Totok menyebut bahwa pawukon merupakan produk budaya dan merupakan sebuah ikhtiar. "Sedangkan yang menentukan semuanya adalah Gusti Allah," tutur dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya