Melongok Efektivitas Densus Antikorupsi Polri

Rencana pembentukan Densus Antikorupsi ditengarai untuk melemahkan KPK. Bagaimana nantinya efektivitas Densus tersebut?

oleh Muhammad AliHanz Jimenez SalimPutu Merta Surya PutraFachrur Rozie diperbarui 18 Okt 2017, 08:53 WIB
Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo memberikan keterangan pers seusai bersilaturahmi di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (6/7). Kapolri menyebut silaturahmi juga membicarakan kerjasama KPK dan Polri kedepan. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Polri tengah berencana membentuk Densus Antikorupsi. Langkah itu diyakini efektif dalam mengungkapkan kasus korupsi yang masif dilakukan penjahat kerah putih di Indonesia.

Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, kelebihan utama Polri dibandingkan KPK adalah jaringan yang luas di seluruh Indonesia dan jumlah personel yang banyak. Dengan begitu, Tito meyakini pemberantasan korupsi oleh Polri akan menimbulkan efek kejut yang besar.

KPK juga dinilai tidak akan dapat menyasar praktik dugaan korupsi hingga ke pedesaan. Ini lantaran terbentur oleh aturan. "KPK kan tidak mungkin menangani sampai ke desa. Kecil sekali," kata Tito di gedung DPR, Jakarta, Senin 16 Oktober 2017.

Namun begitu, rencana tersebut ditengarai sebagai langkah untuk melemahkan atau bahkan membubarkan lembaga KPK. Sebab selama 15 tahun berdiri, lembaga yang dikomandani Agus Rahardjo itu telah menyikat para koruptor dari sejumlah instansi negara hingga korporasi.

Kapolri Tito pun menampik hal tersebut. Dia menegaskan Densus Antikorupsi justru akan membantu KPK dalam memberantas korupsi. Terlebih praktik korupsi itu terus menjamur meski banyak pejabat yang sudah tertangkap dan dipenjara.

"Ini bukan bertujuan bubarkan KPK," tegas Tito di gedung DPR, Jakarta, Senin (16/10/2017).

Dalam pelaksanaan tugas, Densus Antikorupsi akan bekerja sama agar tidak berbenturan dengan KPK. Sebab, dalam aturan disebutkan bahwa perkara yang ditangani KPK harus bertipe korupsi high profile.

"KPK enggak ada masalah. Contohnya mungkin dari teman KPK yang menangani kasus yang high profile. Yang mungkin intervensi politiknya tinggi. Sementara Densus Tipikor ini kan bisa dari yang di pusat sampai ke desa," kata mantan Kapolda Metro Jaya ini.


Dukung Densus Antikorupsi

Hal senada disampaikan Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati. Dalam penjelasannya di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 13 Oktober 2017, dia menegaskan tidak ada risiko tumpang tindih antara Densus Antikorupsi dengan KPK.

"Kalau kewenangan KPK menurut undang-undang kan sudah jelas. KPK hanya kasus-kasus di atas Rp 1 miliar kemudian yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak. Jadi, nanti saya rasa tidak akan ada 'overlap'," kata dia.

Yayuk menegaskan, pembentukan Densus Tipikor tersebut harus dilihat secara positif. Itu karena semakin banyak yang melakukan pemberantasan korupsi, akan semakin baik.

"Jadi, KPK saat ini sudah melakukan sesuai tupoksinya dan nanti kalau ada Polri, Densus Tipikor itu juga akan melakukan sesuai tupoksinya," jelas dia.

Kerja sama instansi penegak hukum memang seharusnya diperkuat. Mereka hendaknya dapat saling melengkapi dalam menyikat para koruptor. Karena jika antarlembaga penegak hukum lemah, para "garong" uang negara itu akan tertawa.

"Itu yang mungkin harus kita pahami. Ini complementary satu sama lain, musuhnya keenakan kalau kita semua berantem, iya dong," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.

Lantaran hal tersebut, Saut meminta kepada seluruh penegak hukum untuk bersinergi satu sama lain.

"Makanya kalau ada ide, inovasi, rencana, ada keinginan mari kita bagi sama-sama. Kita duduk sama-sama, roadmap-nya seperti apa," kata Saut.

Wakil Ketua MPR, Mahyudin, menilai tidak masalah dengan rencana pembentukan Densus Antikorupsi. Dia menilai korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

"Kejahatan korupsi memang mesti dikeroyok, bergotong royong memberantas kejahatan korupsi yang sudah akut oleh Polri, KPK dan Kejaksaan. Itu poin besarnya," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Cukup KPK

Namun begitu, Wakil Presiden Jusuf Kalla lebih condong agar tindakan korupsi tetap ditangani oleh KPK. Keberadaan unit baru tersebut dinilainya belum terlalu penting saat ini.

"Jadi cukup biar KPK dulu. Toh sebenarnya polisi, kejaksaan juga masih bisa menjalankan tugas, dan itu bisa. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu. Tim yang ada sekarang juga bisa," kata JK di kantornya, Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Dia justru menyarankan agar semua instansi fokus membantu KPK. Meskipun tak menepis bahwa polisi banyak menangani kasus korupsi.

"Iya itu difokuskan dulu lah si KPK itu, dan KPK dibantu, dan sambil bekerja secara baik. polisi juga, banyak juga masalah korupsi kan ditangani polisi," jelas JK.

Dia menegaskan, jika muncul Densus Antikorupsi, bisa saja akan menimbulkan ketakutan bagi pejabat. Hal itu akan membuat sulit dalam mengambil kebijakan.

"Kalau nanti di seluruh Indonesia sampai kapolres, kapolsek, bisa menimbulkan ketakutan juga bahaya, juga kalau semua pejabat takut ya. Sulitnya walaupun dia tidak korup, takut juga dia mengambil keputusan. Itu yang kita khawatirkan, semua itu," tandas Jusuf Kalla.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya