Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menggunakan istilah pribumi dalam pidato politik pertamanya di Balai Kota, Senin 16 Oktober 2017, berbuntut panjang. Pemakaian kata pribumi itu selain menuai pro kontra, tapi juga berbuntut pada pelaporan Anies ke Bareskrim Polri.
Pada Selasa 18 Oktober malam, Jack Boyd Lapian dari Gerakan Pancasila, yang didampingi sejumlah anggota organisasi sayap PDI Perjuangan, Banteng Muda Indonesia, melaporkan Anies dengan tuduhan tindak pidana diskriminatif ras dan etnis.
Advertisement
Tidak hanya itu, Kepala Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif pun turut bersuara. Yudi menyayangkan pemakaian istilah pribumi tersebut.
Menurut dia, kondisi kerukunan bangsa saat ini sudah bagus. Sebab, dalam beberapa puluh tahun terakhir, istilah-istilah yang sifatnya sangat SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) dan rasis, sudah dianggap sebagai sesuatu yang tidak beradab.
"Jangan mengatasi masalah justru dengan memecah lagi bangsa dengan simbol-simbol pribumi dan nonpribumi. Dari segi kerukunan, ibaratnya kita ini sesuatu yang sudah kuat, sudah baik, jangan dirobek," kata Yudi saat berkunjung ke Gedung SCTV Tower, Selasa 17 Oktober 2017.
Kisah John Lie
Dia mengungkapkan, banyak pahlawan bangsa yang merupakan warga keturunan. Salah satunya Laksamana Muda John Lie. John Lie atau Jahja Daniel Dharma, di masa pendudukan Belanda bekerja di kapal Belanda.
Karena cinta tanah kelahirannya, Indonesia, dia meninggalkan pekerjaannya dan bergabung dengan pejuang-pejuang revolusi di bidang maritim.
Selama masa perjuangan melawan Belanda, John Lie antara lain menjadi penyelundup senjata untuk kepentingan revolusi, dan membersihkan ranjau-ranjau. Berkat jasanya, Pemerintah Indonesia menganugerahkannya gelar Pahlawan Nasional.
"Jadi, hal-hal yang sifatnya sudah berkembang positif jangan diajak lagi mundur ke belakang. Kita jangan lebih mundur lagi dari itu. Jika ada malasah menyangkut aspirasi kesenjangan sosial, ya kita selesaikan saja kesenjangan sosial itu," ungkap Yudi.
Mengutif John Lie, Yudi mengatakan, orang yang pantas disebut pribumi adalah mereka yang Pancasilais, Sapta Margais, dan mencintai Tanah Air dengan jiwa raga, tanpa melihat asal muasalnya.
"Tapi meskipun dia lahir di sini, besar di sini, lahir dari orang-orang di sini, tapi tidak Pancasilais, korupsi, sering mempermalukan bangsa, ya itu tidak pantas disebut pribumi," ucap dia.
Yudi juga mengingatkan bahwa pengamalan Pancasila dititipkan kepada penyelenggara negara. "Semoga saja mungkin itu (penggunaan kata pribumi oleh Anies) hanya kekeliruan semantik," harap Yudi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penjelasan Anies
Pidato Politik Anies Rasyid Baswedan menjadi sorotan setelah menyelipkan istilah 'pribumi'. Dia menyebut, penggunaan istilah itu dalam pidato semalam adalah untuk menjelaskan sejarah penjajahan era kolonial dulu.
"Istilah itu digunakan untuk konteks pada saat era penjajahan, karena saya menulisnya juga pada era penjajahan dulu," kata Anies ditemui di Balai Kota, Jakarta, Selasa 17 Oktober 2017.
Menurut mantan Mendikbud ini, Jakarta adalah kota yang paling merasakan penjajahan kolonial Belanda.
"Kalau kota lain itu enggak lihat Belanda dekat, yang lihat Belanda dari jarak dekat siapa? Yang lihat depan mata kita, yang di kota Jakarta ini," ujar Anies.
Dalam pidatonya setelah serah terima jabatan, sesekali membaca naskah dia menjelaskan kondisi Jakarta di era kolonialisme.
"Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat. Penjajahan di depan mata itu di Jakarta selama ratusan tahun, di tempat lain penjajahan mungkin terasa jauh. Tapi di Jakarta bagi orang, Jakarta yang namanya kolonialisme itu dirasakan sehari-hari. Karena itu bila kita merdeka, janji-janji itu harus terlunaskan bagi warga Jakarta," kata Anies tanpa membaca teks.
"Dulu, kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan kini telah merdeka kini saatnya kita merdeka, kini satnya jadi tuan rumah di negeri sendiri," Anis melanjutkan.
Advertisement