Liputan6.com, Jakarta - Penawaran umum perdana saham (IPO, Initial Public Offering) menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan sebuah startup teknologi. Di Indonesia sendiri, baru hanya ada satu startup yang telah melakukan IPO, yakni Kioson. Startup lokal tersebut merupakan penyedia jasa online-to-offline (O2O).
Dalam IPO, Kioson melepas saham ke publik sebanyak 150 juta saham atau setara dengan 23,07 persen dari total modal. Harga saham Kioson juga ditawarkan senilai Rp 300 per saham. Dengan begitu, Kioson mampu mengantongi dana IPO sebanyak Rp 45 miliar.
Kioson memang menjadi startup lokal pertama yang baru melakukan IPO. Menilai prestasi ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berharap momen tersebut menjadi "jembatan" bagi para startup lokal lainnya untuk mengikuti jejak yang sama oleh Kioson.
Baca Juga
Advertisement
Disampaikan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, pihaknya memang ingin mendorong startup lokal agar segera berkeinginan melakukan penawaran umum perdana. Hanya saja, pihak Bursa Efek Indonesia dinilai belum memiliki metode dan konsep perhitungan valuasi startup teknologi.
"Permasalahannya di bursa itu belum punya konsep perhitungan untuk startup seperti ini. Para startup itu membangun dulu, cari partner, dia lepas seri A, seri B, seri C, sampai gede dan baru masuk ke bursa. Prosesnya panjang," ujar pria yang akrab disapa Semmy ini kepada Tekno Liputan6.com di sela-sela acara Local Startup Fest 2.0, Jakarta, Rabu (18/10/2017).
Semmy mengungkap, BEJ memang belum bisa mengadaptasi perhitungan valuasi startup berbasis teknologi. Maka itu, ia menekankan, baiknya BEJ melihat nilai dari startup teknologi itu adalah teknologi yang ia ciptakan. Dengan demikian, ini bisa membuka peluang investasi lebih terbuka bagi masyarakat, bukan hanya bagi orang-orang kapital besar.
"Lihatlah aplikasi yang mereka kembangkan, atau konsep bisnis yang ditawarkan. Memang nggak bisa dinilai secara perhitungan ekonomi konvensional, asetnya berapa, keuntungan berapa," ucapnya.
Nilai Kreativitas
"Maka dari itu kami ingin mendorong startup teknologi masuk IPO, seperti Kioson. Nah, sisanya kami bisa bicara dengan IDX untuk menetapkan konsep perhitungan baru. Startup yang ingin IPO ini tentu punya syarat khusus, termasuk persyaratan ekonomi konvensional, seperti aset, keuntungan, dan lainnya," ujar Semmy menjelaskan.
Semmy menekankan, nilai lain yang perlu dipandang pada startup lokal saat ingin IPO adalah kreativitas. Menurut dia, kreativitas menjadi aset utama sebuah startup untuk bisa IPO.
"Jadi di dalam ekonomi digital, kreativitas ada value-nya. Contoh, Go-Jek sekarang udah banyak inovasi yang berkembang seperti Go-Food, Go-Send dan payment-nya udah dipikirkan oleh Nadiem Makarim (CEO Go-Jek). Jadi, itulah aset yang seharusnya bisa dinilai. Harus ada terobosan," paparnya.
Semmy menambahkan, juga harus ada pemahaman baru agar startup berikeinginan untuk IPO. Karena itu, ia mengimbau BEJ untuk menyediakan platform khusus pengembangan teknologi.
"Solusinya mungkin harus rembukan dan membandingkannya dengan negara lain, best practice-nya seperti apa atau mengundang para ekonom muda yang bergerak di ekonomi digital untuk mencari formula khusus dalam tahap valuasi. Intinya, IPO terbuka untuk startup lokal," pungkas Semmy.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement