Yusril: Apa Kegentingan Pemerintah Terbitkan Perppu Ormas?

Menurut Yusril, alasan pemerintah menerbitkan perppu ormas tidaklah tepat.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 19 Okt 2017, 08:18 WIB
Yusril Ihza Mahendra

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengkritisi alasan pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Menurut Yusril, alasan pemerintah yang menganggap negara dalam kondisi darurat tidaklah tepat.

"Apakah cukup ihwal kegentingan memaksa yang jadi latar belakang pemerintah?" tanya Yusril dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.

Pemerintah, kata dia, seharusnya melakukan proses uji hukum terlebih dahulu jika memang ada ormas yang dianggap membahayakan negara. Dengan begitu, Perppu ini tidak perlu sampai dikeluarkan.

"Pemerintah harus menjalankan due process of law (uji hukum), sehingga kalau ada ormas yang dianggap membahayakan negara, maka pemerintah bisa mengajukan ke pengadilan, namun di Perppu ini tidak ada," ucap dia.

Sejak 1999 lalu telah disepakati adanya prinsip check and balances, sehingga tidak ada eksekutif yang kuat. Namun, kata dia, dengan dikeluarkannya Perppu Ormas, maka menghilangkan prinsip tersebut.

Oleh karena itu Yusril menilai sangat berbahaya apabila kewenangan membubarkan ormas yang berbadan hukum atau tidak, ada di tangan pemerintah, dalam hal ini Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).

"Kalau ada satu ormas dinilai bertentangan dengan Pancasila, pemerintah bawa ke pengadilan, di sana bisa berdebat dengan argumen masing-masing lalu diputuskan pengadilan," terang dia.

Ia lalu mengkritisi Pasal 5 ayat 4 Perppu Ormas yang menyebutkan, satu ormas dilarang untuk mengembangkan, meyakini, dan menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila. Yusril menyebut hal itu dapat menjadi multitafsir.

"Ini menjadi tafsiran luas karena yang dinilai bertentangan dengan Pancasila itu maksudnya bagaimana. Bisa saja ada ustad ceramah soal negara yang 'baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur' (negeri yang subur dan makmur, adil dan aman) didengar polisi lalu ditangkap karena dianggap tidak mewujudkan keadilan sosial," kata dia.

Yusril menegaskan, adanya ormas bukan semata-mata karena kebaikan hati pemerintah. Namun itu sebagai hak Warga Negara Indonesia untuk berserikat.

"Saya kira ini diabaikan Perppu sepenuhnya. Harusnya aturan seperti itu tidak ada,” jelas Yusril.

 


Bubar Tanpa Proses Pengadilan

Senada dengan Yusril, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun juga menilai Perppu Ormas tidak mencantumkan proses pembubaran sebuah organisasi kemasyarakatan melalui pengadilan. Namun itu bisa langsung dilakukan oleh Kemenkumham.

"Cuma bedanya dulu due process of law, sekarang enggak, langsung aja datang ke Kemenkumham tolong dibubarkan (ormas)," sambung Refly.

Dengan memangkas jalur pembubaran ormas itu, menurut Refly, dapat mempersempit ruang gerak masyarakat. Karena, apabila ada yang melaporkan suatu kegiatan yang dianggap mengganggu, ormas itu akan bisa dibubarkan.

"Penistaan, penodaan agama juga ada sanksinya. Ganggu ketentramaan dan ketertiban umum bisa dibubarkan. Ada ormas kerja subuh-subuh bikin musik terus masyarakat keganggu, bisa dibubarkan. Ada ormas tutup jalan, bisa dibubarkan, sangat luas sekali,” ujar Refli.

Karena itu, Refly menyarankan agar Komisi II DPR menolak Perppu Ormas tersebut. "Tapi segera ajukan revisi Undang-undang ormas," imbuh Refly.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya