Liputan6.com, Jakarta - Usai pelantikan, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Anies Baswedan-Sandiaga Uno batal memaparkan visi dan misi politiknya di rapat paripurna DPRD DKI Jakarta. Rapat itu diundur hingga waktu yang belum bisa dipastikan.
Menurut Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI, Gembong Warsono, paripurna istimewa tidak wajib digelar untuk gubernur dan wakil gubernur baru. Sebab, keduanya sudah dilantik langsung oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta.
Advertisement
"Paripurna istimewa kan sunah. Artinya dilaksanakan boleh, tidak ya tidak apa-apa. Kalau Jokowi-Ahok dilantik di paripurna istimewa, yang melantik Mendagri atas nama Presiden. Sekarang kan dilantik langsung oleh Presiden," jelas Gembong di Gedung DPRD DKI, Rabu (18/10/2017).
Selain itu, ketidakharusan menggelar paripurna istimewa juga tertuang pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU itu disebutkan rapat paripurna istimewa bisa dilakukan juga boleh tidak. "Tidak wajib, tetapi mengamanatkan dalam waktu 14 hari," tegas dia.
Gembong menegaskan, ketiadaan rapat paripurna tidak mengurangi dukungan terhadap pemerintahan Anies-Sandi. Kondisi ini hanya terkait dengan konsolidasi eksternal saja.
"Jangan kita di-judge bahwa kalau tidak ada (paripurna) berarti kita tidak mendukung, kan enggak boleh gitu," Gembong menandaskan.
Hal senada disampaikan Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi. Politikus PDIP ini menegaskan anggota dewan tidak akan menggelar rapat paripurna istimewa, usai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Ketentuan Rapat Paripurna Istimewa itu tidak tercantum dalam Tata Tertib DPRD DKI Nomor 1 Tahun 2014. Begitu juga tidak adanya penganggaran kegiatan tersebut.
"Bukan tidak ada, memang enggak diatur. Kalau di aturannya ada, saya mau," kata Prasetyo di kantor DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu 18 Oktober 2017.
Prasetyo pun mengimbau agar Anies-Sandi sebaiknya mulai bekerja, ketimbang menunggu paripurna istimewa. Kalau pun tetap berharap dilakukan paripurna, bisa saja dilakukan saat paripurna (bukan istimewa) nanti.
Desak Rapat Paripurna
Rapat paripurna anggota DPRD DKI Jakarta untuk Anies-Sandi kini menjadi polemik antaranggota dewan. Masing-masing pihak memiliki acuan tersendiri dalam menyikapi ajang tersebut.
Wakil Ketua DPRD Abraham Lunggana atau Lulung berang dengan keputusan DPRD yang meniadakan Rapat Paripurna Istimewa DPRD. Dia menilai Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi tebang pilih dalam mengambil keputusan.
"Coba kalau yang terpilih orang dia, dia bikin besar-besaran. Kalah aja bikin besar-besaran," kata Lulung di Kantor DPRD DKI Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.
Menurut Lulung, Rapat Paripurna Istimewa diamanatkan peraturan pemerintah. Dalam PP No. 16 Tahun 2010 dinyatakan pemerintah daerah, eksekutif, dan legislatif, menyelenggarakan rapat bagi gubernur, wali kota ataupun bupati.
Hal itu diperkuat surat edaran (SE) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di seluruh Indonesia mulai dari 10 Mei 2017.
Sementara Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik DPRD DKI sebagai lembaga negara harus menghormati Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengeluarkan surat edaran (SE) tersebut. Karena itu, dia yakin DPRD DKI akan tetap menggelar rapat tersebut kendati belum ditentukan waktu pastinya.
"Mungkin Pak Ketua DPRD DKI (Prasetyo Edi Marsudi) belum baca SE," ujar Taufik.
Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Soni Sumarsono menyatakan hal yang sama. Pelaksnaan rapat paripurna DPRD untuk menyambut gubernur dan wakil gubernur baru wajib dilakukan.
"Kulo nuwun-nya (permisinya, gubernur) ke DPRD dengan dibantu tadi (paripurna)," kata Sumarsono saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (18/10/2017).
Dia mengungkapkan kewajiban penyelenggaraan paripurna itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor SE 162/3484/OTDA Tanggal 10 Mei 2017. Rapat paripurna, lanjut dia, merupakan arahan pemerintah pusat.
"Edaran yang saya buat itu adalah arahan pemerintah pusat untuk menjembatani hubungan antara gubernur dan wakil gubernur yang pelantikannya dialihkan ke Istana," ujarnya.
Sebetulnya, kata dia, Rapat Paripurna Istimewa juga dapat memperkuat posisi Dewan dengan meminta gubernur menyampaikan pidato politiknya. Dengan begitu, relasi eksekutif dan legislatif dapat saling beriringan selama lima tahun ke depan.
"Karena tata tertib (DPRD DKI) enggak ada paripurna istimewa. Pakai paripurna biasa (saja)," ujar Soni.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement