Beda Cara Australia dan Indonesia Musnahkan Kapal Pencuri Ikan

Kapal nelayan asal Buton, Sulawesi Tenggara, itu dimusnahkan dengan cara dibakar di lokasi dekat Pelabuhan Darwin, Australia.

oleh Liputan6.comAhmad Akbar Fua diperbarui 19 Okt 2017, 17:31 WIB
Ilustrasi pemusnahan atau pembakaran kapal pencuri ikan. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Liputan6.com, Kupang - Ancaman Australia untuk memusnahkan kapal asal Indonesia yang tepergok mencuri ikan terbukti. Otoritas Australia di Darwin telah membakar Kapal Motor (KM) Hidup Bahagia asal Desa Bahari, Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Selasa, 17 Oktober 2017 sekitar pukul 15.00 waktu setempat.

Berita faksimile Konsul RI Darwin Nomor B-00217/Darwin/171013 yang diterima di Kupang, menyebutkan bahwa pemusnahan kapal itu digelar di Bhagwan Marine Site, East Arm Darwin.

"KM Hidup Bahagia sebelumnya ditangkap oleh Otoritas Australia atas dugaan illegal fishing (pencurian ikan) di Australian Fishing Zone (AFZ), pada 8 Oktober 2017 lalu," tulis Konsul RI, dilansir Antara, Kamis (19/10/2017).

Hadir dalam pemusnahan kapal tersebut, beberapa wakil dari instansi terkait di Darwin, yaitu pihak Australian Fisheries Management Act (AFMA), Kementerian Pertanian dan Sumber Daya Air Australia (DAWR), pemerintah Australia, Divisi Perikanan Kementerian Industri Utama dan Perikanan Australia (DPIF), pemerintah federal setempat, dan Konsul RI di Darwin.

Pemusnahan kapal dilakukan dengan cara memindahkan kapal ke lokasi khusus dari tepi laut ke daratan dengan menggunakan alat berat crane, serta memindahkan barang-barang dari dalam kapal berupa alat pancing dan bahan dari plastik agar tidak ikut terbakar.

Selanjutnya, petugas memasukkan jerami kering dan menyiram dengan minyak diesel, kemudian dibakar pada pukul 16.30 waktu setempat. Pembakaran kapal yang memakan waktu sekitar 3-4 jam dilakukan oleh kontraktor swasta.

Sementara, alat pancing dan bahan-bahan dari plastik yang diambil dari kapal, disemprot dengan cairan disinfektan dan selanjutnya dikubur.

Sesuai dengan Australian Fisheries Management Act 1991, pihak AFMA dapat memusnahkan kapal yang ditahan apabila biaya pemeliharaan kapal sejak ditangkap melebihi nilai kapal itu sendiri. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari AFMA, biaya pemeliharaan kapal penangkap ikan, KM Hidup Bahagia, mencapai sekitar 7.000 dolar Australia per had atau sekitar Rp 74 juta.

Apabila di kemudian hari putusan pengadilan menyatakan KM Hidup Bahagia tidak bersalah melakukan illegal fishing, pemerintah Australia sesuai dengan putusan pengadilan berkewajiban mengganti kerugian sebesar nilai kapal yang telah dimusnahkan (Pasal 106 G Fisheries Management Act 1991).

Adapun berita faksimile mengenai pemusnahan kapal asal Indonesia itu ditandatangani Petugas Komunikasi Nuryatmo Konsul Protokol dari Konsuler, Octavin Dewi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Ada 24 Bangkai Hiu di Kapal

Kapal penangkap hiu ini sudah diamankan pihak otoritas perairan Australia di Darwin karena menerobos masuk tanpa izin. Foto: (Akbar Fua/Liputan6.com)

Sebelumnya, saat menangkap KM Hidup Bahagia, Angkatan Laut Australia menemukan 24 ekor hiu mati dan lima anak buah kapal (ABK) yang bersembunyi di ruang mesin.

Dalam laporan yang ditulis Octavin Dewi, Protokol dan Konsuler RI di Darwin, kelima nelayan dalam kondisi sehat tapi harus melalui prosedur hukum sebelum dilepas pulang ke Indonesia. Kelimanya diketahui bernama La Karman (kapten kapal), La Sarwan, La Hendri, La Ode Tahirman alias Tanari, dan Supriadin.

Dari informasi Kepala Desa Bahari di Buton Selatan, La Jedi, kelima nelayan ini memang sebagai penjual ikan hiu. Biasanya, ikan hiu yang berhasil ditangkap, dijual di Kupang, NTT dan sisanya dibawa ke kampung halaman di Buton Selatan.

"Mereka jual hiu, kadang hiu itu dibuat dendeng dagingnya. Kalau pulang di kampung, mereka memang sering membagi hasil tangkapannya dengan warga," ujarnya.

Pihak Konsulat RI di Darwin sudah melakukan kunjungan pada 13 Oktober lalu. Tujuannya untuk memastikan kondisi nelayan dalam keadaan baik. Namun, pihak konsulat tidak bisa langsung membebaskan mereka. Sebab, ada prosedur yang harus dilalui.

"Kita melakukan kunjungan, tapi jelas ada prosedur yang ditetapkan otoritas Australia yang harus kami patuhi," ujar pihak Konsulat RI di Darwin, Daniel Nababan, dihubungi via aplikasi perpesanan.

Kronologinya, beber Daniel, kapal nelayan itu berangkat dari pelabuhan Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, menuju Kupang, NTT, pada pertengahan September 2017. Tujuannya menangkap ikan Hiu. Selama melaut pada September 2017, Kapten Kapal mengaku telah beberapa kali merapat ke Kupang dengan membawa hasil tangkapan ikan hiu.

Sirip ikan hiu selanjutnya dijual pada pengepul di Kupang senilai 700 ribu rupiah per kilogram. Sementara itu, daging hiu laku terjual Rp 5.000 rupiah per kilogram.

Selanjutnya, pada 29 September 2017, KM Hidup Bahagia kembali berangkat melaut menuju perbatasan Indonesia-Australia untuk mencari ikan hiu. Selama perjalanan, kapal dilengkapi GPS, Kornpas, dan peta serta alat pancing 30 mata.

Pada hari keenam melaut tepatnya, kapten kapal melihat pesawat patroli maritim Australia melintas di atas KM Hidup Bahagia. Selanjutnya pada 8 Oktober 2017 pagi, kapal patroli dan Royal Australian Navy (RAN) mendekati KM Hidup Bahagia.

Pada saat itu, seluruh awak sedang berada di ruang mesin untuk memperbaiki salah satu mesin yang rusak. Saat itulah, kelima awak kapal bersama ABK digiring ke Darwin untuk diproses.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya