Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan istilah 'pokok pikir' atau 'pokir' dalam dugaan suap pembahasan dan pengesahan APBD Pemerintah Kota Malang tahun 2015. KPK menduga istilah itu digunakan sebagai kode tindak pidana korupsi.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, penyidik hari ini memeriksa 11 anggota DPRD Malang secara maraton di Polres Kota Malang, Jawa Timur. Pemeriksaan dilakukan untuk mendalami istilah 'pokir' yang diduga diperuntukan untuk memuluskan anggaran.
Advertisement
"Apakah ada pertemuan-pertemuan dan komunikasi untuk menyukseskan pengesahan (APBD-P) tersebut dan dugaan permintaan uang 'Pokir' terkait hal itu," ujar Febri saat dikonfirmasi, Kamis (19/10/2017).
Febri berharap, semua saksi yang dipanggil oleh penyidik KPK bisa memberikan keterangan dengan benar. Dengan begitu, kasus ini akan semakin jelas.
"Kami ingatkan juga agar para saksi bicara dengan benar," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini
Seret Ketua DPRD
Kasus ini menyeret Ketua DPRD Malang Mochamad Arief Wicaksono. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dia sebagai tersangka kasus suap.
Arief diduga terlibat dalam dua perkara suap yang berbeda. Dalam kasus perkara pertama, Arief diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Malang, Jarot Edy Sulistiyono, sejumlah Rp 700 juta.
Suap tersebut terkait pembahasan APBD Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015. Sementara, di perkara kedua, Ketua DPC PDIP Malang ini diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp 250 juta dari tersangka Hendrawan Maruszaman (HM) selaku Komisaris PT ENK.
Suap tersebut diduga terkait penganggaran kembali proyek jembatan Kedungkandang APBD tahun 2016 secara multi years dengan nilai proyek Rp 98 miliar.
Advertisement