UNICEF: Anak-Anak Rohingya Menjadi Saksi 'Neraka di Bumi'

Badan PBB juga mengeluarkan laporan tentang nasib anak-anak Rohingya yang jumlahnya mencapai 58 persen dari pengungsi.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Okt 2017, 09:12 WIB
Anak-anak pengungsi Rohingya mengikuti kegiatan belajar di sebuah sekolah darurat di kamp pengungsian di Teknaf, Bangladesh, 8 Oktober 2017. Dengan fasilitas seadanya, relawan berjuang memberikan pendidikan kepada bocah-bocah itu. (MUNIR UZ ZAMAN / AFP)

Liputan6.com, Dhaka - Badan PBB untuk Urusan Anak (UNICEF) menyatakan, mayoritas Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar adalah anak dibawah umur. Saat ini total jumlah pengungsi sudah mencapai 600 ribu orang. 

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (21/10/2017), bahkan UNICEF menyebut anak-anak pengungsi Rohingya telah menyaksikan 'neraka di Bumi', dalam arti yang sesungguhnya.

Badan PBB juga mengeluarkan laporan tentang nasib anak-anak Rohingya yang jumlahnya mencapai 58 persen dari pengungsi yang mengalir ke Cox’s Bazar di Bangladesh selama delapan pekan terakhir.

Dalam laporan yang ditulis oleh seorang reporter bernama Simon Ingram, satu dari lima anak di sana mengalami kekurangan gizi akut.

Laporan itu dikeluarkan menjelang konferensi donor di Jenewa, yang akan diselenggarakan pada 23 Oktober 2017. Tujuannya untuk menggalang bantuan dana internasional bagi pengungsi Rohingya.

"Banyak pengungsi anak Rohingya di Bangladesh telah menyaksikan berbagai kekejaman di Myanmar yang seharusnya tidak mereka pernah lihat dan mereka sudah sangat menderita" kata Direktur Eksekutif UNICEF, Anthony Lake.

Mereka sekarang membutuhkan air bersih, makanan, sanitasi, tempat berteduh dan vaksin untuk mencegah kemungkinan munculnya wabah Kolera yang menyebar dari air yang kurang bersih.

Lembaga kemanusiaan PBB memerlukan 434 juta dolar untuk pengungsi Rohingya.

 


4 Pengungsi Rohingya Tewas Diinjak Gajah Liar

Belum usai penderitaan pengungsi Rohingya, sudah ada kejadiaan nahas yang menimpa mereka. Empat pengungsi Rohingya tewas diinjak seekor gajah. Peristiwa ini terjadi di area pengungsian Cox's Bazaar di Bangladesh pada Sabtu 15 Oktober 2017, pagi waktu setempat.

Seperti dikutip dari The New York Times, para korban yang terdiri dari seorang wanita dan tiga anak kecil, tewas saat hewan berbelalai panjang tersebut menyerbu tempat penampungan sementara mereka di kamp Balukhali.

Kematian keempat pengungsi Rohingya tersebut dikonfirmasi oleh Md Abdul Khayer, seorang pejabat kepolisian di kantor polisi Ukhiya.

Sementara itu, enam orang lainnya terluka dan telah dirawat di rumah sakit.

Insiden ini merupakan tragedi terakhir yang "menyerang" warga Rohingya, etnis minoritas di Myanmar yang terpaksa mengungsi setelah kekerasan yang diduga dilakukan pihak militer pecah di kampung halaman mereka di Rakhine sejak Agustus lalu.

PBB dalam laporannya menyebutkan bahwa tindakan keras militer Myanmar bertujuan untuk pembersihan etnis.

Kini, diperkirakan lebih dari setengah juta warga Rohingya telah meninggalkan Rakhine untuk menyelamatkan diri ke Bangladesh. Namun, kondisi di pengungsian yang kurang memadai memicu kekhawatiran lain akan bahaya berbagai penyakit serta yang terkini serangan hewan liar.

"Ini adalah tempat di mana gajah biasanya berkeliaran. Mungkin mereka (pengungsi) tidak tahu," ujar Khayer merujuk pada pengungsi Rohingya yang baru tiba.

Organisasi Internasional untuk Migrasi, salah satu badan PBB, turut mengonfirmasi tewasnya empat pengungsi Rohingya. Organisasi tersebut mencatat bahwa gajah telah terlihat sebelumnya di kawasan tersebut saat mereka melakukan survei di sana.

Selama ini, kebanyakan pengungsi Rohingya tiba di Teknaf, distrik paling selatan di Cox's Bazaar, Bangladesh, sebelum akhirnya mereka pindah ke distrik Ukhiya yang memiliki tempat penampungan lebih baik di utara.

Para pengungsi ini tiba dalam kondisi lelah dan kelaparan setelah berhari-hari menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Tak banyak barang yang bisa mereka bawa selain pakaian yang dikenakan.

Sebelumnya, serangan gajah dilaporkan juga pernah terjadi, tepatnya pada 18 September lalu. Setidaknya dua pengungsi meninggal setelah hewan besar itu menyerbu kamp Kutupalong.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya