Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah menyiapkan mesin sensor internet (konten negatif) untuk situs web di Indonesia. Mesin dengan sistem bernama Crawler memiliki cara kerja dengan menjelajahi (crawling) konten dengan membaca dan mengambil atau menarik konten negatif yang sesuai dengan kriteria pencarian.
Hasil crawling setelahnya akan disimpan dalam kapasitas penyimpanan yang dilakukan analisis lebih mendalam dengan metode tertentu.
Meski demikian, Internet Development (ID) Institute mengungkap, ada cara penyensoran yang sebetulnya lebih sesuai, dalam hal ini untuk Indonesia.
Menurut praktisi internet ID Institute M. Salahuddien, merujuk kajian praktisi selama bertahun-tahun--tak hanya dilakukan oleh ID Institute tetapi juga dilakukan pihak lain di seluruh dunia--cara penapisan (filter dan sensor) yang paling efektif yaitu penapisan yang sifatnya permanen yaitu IP dan domain filtering.
Baca Juga
Advertisement
"Ini lebih baik karena sifatnya permanen dan bisa dijadikan baseline," kata Salahuddien kepada Tekno Liputan6.com di sela-sela diskusi media ID Institute di Jakarta, Jumat (20/10/2017) sore.
"Dari waktu ke waktu, (metode) itu yang paling efisien dan yang paling murah, dan paling make sense untuk diterapkan, kecuali untuk negara seperti Tiongkok yang otoriter. Kalau negara yang otoriter, mau ngabisin duit berapa juga nggak peduli karena tujuannya bukan itu," lanjutnya.
Dengan demikian, terang Salahuddien, tujuan dari negara dengan sistem sensor otoriter sebetulnua adalah kontrol. Indonesia sendiri adalah negara demokratis dalam konteks melindungi warga negara, dan bukan untuk meng-endorse interest penguasa.
"Dalam proses yang demokratis seperti itu tentu perhitungan cost and benefit rasio analisisnya harus tepat, jangan sampai uang rakyat dihambur-hamburkan dalam tanda kutip masih tanda tanya atau untuk hasil pencapaian yang seberapa tinggi tingkat efisiensinya," pungkasnya.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: