Pilih Gus Ipul atau Khofifah? Ini Jawaban Ketum PBNU

Meski dirinya sebagai Ketua Umum PBNU, terkait Pilkada Jawa Timur ia tidak ingin ikut campur untuk memberikan masukannya.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 22 Okt 2017, 12:33 WIB
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dua kader Nahdlatul Ulama (NU) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dan Khofifah Indar Parawansa, diusung untuk maju menjadi calon gubernur dalam Pilkada Jawa Timur 2018. Lantas, siapa yang harus dipilih oleh kader NU Jatim dalam pemilihan tahun depan?

Saat disinggung hal tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj mengatakan, ia menyerahkan sepenuhnya kepada kiai-kiai NU Jatim.

"Itu urusan kiai-kiai Jawa Timur, bukan PBNU. Mau itu (memilih) Saipul, mau Khofifah," kata Said Aqil usai menghadiri peringatan Hari Santri Nasional di Tugu Proklamasi, Jakarta, Minggu (22/10/2017).

Said Aqil berujar, meski dirinya sebagai Ketua Umum PBNU, terkait Pilkada Jatim 2018 ia tidak ingin ikut campur untuk memberikan masukannya.

"Yang lebih mengerti tentang kepemimpinan di Jawa Timur adalah kiai-kiai pesantren di Jawa Timur itu sendiri," ujar Said Aqil.

Saifullah Yusuf atau Gus Ipul akan diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PDI Perjuangan. Sementara, Khofifah Indar Parawansa sementara ini akan diusung oleh Partai Golkar di Pilgub Jatim 2018 mendatang.

Persaingan keduanya diyakini akan sangat keras karena Jatim merupakan basis pemilih NU.


Berkompetisi Secara Sehat

Sementara itu, Wasekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Suwadi P Pranoto meminta warga NU menyikapi Pilkada Jawa Timur dengan bijaksana. Ia berharap masyarakat tidak terpecah-belah meski berbeda pilihan.

"Berkompetisi secara sehat, baik di Jatim atau di Papua. Jangan sampai merusak kelompok tahlilan, jangan sampai karena pilkada majelis taklimnya pecah," tutur Suwadi di kawasan Condet, Jakarta Timur, Sabtu (21/10/2017).

Jawa Timur merupakan salah satu basis NU. Menurut Suwadi, warga NU harus ikut menyalurkan suaranya berdasarkan hati nurani. Jangan mendahulukan syahwat yang akhirnya menjerumuskan dalam amarah.

"Bersaing dengan sehat. Majelis taklim jangan dicampur adukan dengan pilkada," jelas dia.

Ia mengatakan, masyarakat perlu mengerti makna tirakat, yakni mengendalikan diri baik hati dan pikiran. Apalagi belakangan ini momen Pilkada diwarnai oleh berbagai isu yang dapat memecah belah bangsa.

"Orang yang berpolitik semata-mata memakai syahwatnya, itu sekadar makhluk yang berakal, tapi bukan manusia. Tirakat bisa dilatihkan," Suwadi menandaskan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya