Liputan6.com, Perth - Perselingkuhan biasanya campur aduk antara rasa memiliki hak, kesombongan, risiko, dan erotisisme. Walaupun marak di hampir semua masyarakat manapun, perselingkuhan terus menjadi tabu.
Sebagai spesies, kita telah mencapai kesepakatan tak tertulis untuk menentukan pihak yang salah dalam perselingkuhan. Misalnya kita menggunakan kata-kata 'pelaku', 'korban', dan 'perzinahan'.
Kita menganggap perselingkuhan terjadi ketika pernikahan telah retak dan cinta sudah tak mempan lagi. Lalu, bagaimana kalau bukan begitu kejadiannya?
Baca Juga
Advertisement
Ternyata, orang yang berbahagia dalam hubungan pun berselingkuh. Mungkin kalau kita memahami dengan baik jawaban para pelaku, kita bisa mengerti alasannya.
Dikutip dari news.com.au pada Minggu (22/10/2017), seorang ahli psikoterapi sekaligus pakar untuk topik ini, Esther Perel, telah meluangkan sekitar tiga dekade mendampingi pasangan dan orang yang terdampak oleh perselingkuhan.
Buku barunya yang berjudul "The State of Affairs: Rethinking Infidelity" merupakan intisari tentang topik tersebut. Ia menjunjung tinggi dua hal, yaitu kebutuhan akan nuansa dan keramahan.
Temuan Tak Terduga Berdasarkan Pengalaman
"Salah satu temuan paling penting dalam penelitian saya adalah bahwa orang yang berbahagia pun berbuat curang."
"Tidak seperti diduga selama ini, tidak semua perselingkuhan merupakan gejala hubungan yang terganggu atau orang yang bermasalah.”
"Perlu dicatat bahwa hal ini bertentangan bahkan dengan apa yang kami sebagai ahli terapi lakukan untuk membingkai hubungan, yaitu sebagai gejala ketidakharmonisan."
"Ini pemikiran yang kontroversial, yaitu bahwa orang yang benar-benar bahagia ternyata mungkin bisa melenceng dari hubungan yang penuh cinta.”
"Ada orang-orang bilang kepada saya,'Saya memiliki pasangan yang mengagumkan…tapi saya malah selingkuh.' Saya bilang kepada mereka bahwa apa yang terjadi di sini adalah bahwa dia sedang mencari versi lain dari dirinya."
"Mungkin suatu rasa kerinduan, rasa kehilangan…entah kehilangan vitalitas atau kehilangan sebagian dari dirinya."
Dalam beberapa kasus, melakukan perselingkuhan bisa saja merupakan penolakan kekerdilan diri.
Kerinduan eksistensial seperti ini sangat berbeda dari alasan-alasan yang biasanya dilontarkan ketika orang melakukan perselingkuhan.
Kenyataannya, berlawanan dengan apa yang telah lama kita percaya, motivasi perselingkuhan itu cukup beragam dan mencakup orang baik yang melanggar aturan mereka sendiri setelah beberapa monogami bertahun-tahun.
Mereka tidak mengetahui mengapa melakukannya, tapi mereka tetap melakukannya.
"Tak dapat dipungkiri, selalu ada bayangan gelap di latar belakang."
Advertisement
Bahagia Tapi Berselingkuh
Dalam bukunya, Perel menceritakan kisah seorang wanita yang benar-benar bingung dengan kelalaiannya sendiri. Ia menikah dan bahagia, menjalani kehidupan yang mengundang iri orang lain, dan mengagumi suaminya, tapi ternyata berselingkuh."
Hal itu lebih mengagetkan dirinya daripada mengagetkan orang lain, dan ia meminta bantuan Perel untuk mengatasi tindakannya.
Sebagai ahli terapi yang welas asih namun amat tajam, Perel membimbing wanita itu dengan berbagai pertanyaan dan anjuran hingga ia akhirnya menyadari bahwa perselingkuhannya merupakan bentuk pemberontakan terhadap hidup mapan yang dijalaninya.
Ia selalu menjadi yang 'baik-baik', misalnya menjadi anak perempuan yang baik, putri yang baik, dan istri yang baik. Curang terhadap suaminya merupakan cara yang menyakitkan dan egois untuk memuaskan versi lain dirinya.
Tentang ini, Perel menuliskan, "Ketika kita memilih pasangan, kita berpegang teguh pada satu cerita. Tapi kita selalu penasaran, apakah cerita-cerita lain yang bisa kita lakoni?"
"Perselingkuhan memberikan kita jendela kepada kehidupan-kehidupan lain, mengintip adanya seorang asing di dalam diri. Perzinahan seringkali menjadi pelampiasan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang telah kita tinggalkan."
Pola yang Berulang
Melalui semua sesi bersama para klien, ada tema eksplorasi yang berulang.
Perselingkuhan, anehnya, tidak selalu berkaitan dengan hubungan yang dijauhi pelaku perselingkuhan. Bahkan tidak ada urusannya dengan orang yang dikhianati.
Perselingkuhan sangat mendalam secara pribadi, bisa dibilang sebagai petualangan mencari diri, menjadi kesempatan untuk meluangkan waktu bersama dengan alter-ego yang lebih jahat.
Tapi semua alasan itu tidak menjadi pembenaran atau anjuran untuk berselingkuh. Berdasarkan pengalamannya dalam bidang ini, Perel terkadang ditanyai apakah ia akan menganjurkan perselingkuhan pada pernikahan yang rontok.
Menurut Perel, ia tidak menganjurkan pernikahan seperti halnya ia tidak menganjurkan orang terkena kanker.
Ia telah berada di garis depan mereka yang sakit hati dan menyaksikan segala kepedihan yang diakibatkan oleh pengkhianatan yang disebabkannya, keretakan, dan kerusakan yang terjadi pada orang.
Ia paham sekali tentang betapa menyiksanya perselingkuhan bagi semua orang yang terlibat.
Perel sama sekali tidak menganjurkan perselingkuhan dan tidak mengajak untuk mencoba-coba berkelana menemukan diri sendiri yang malah menghancurkan hubungan atau hati seseorang.
Advertisement