Terparah di Asia, Warga Jakarta Habiskan 68 Menit Macet di Jalan

Selain waktu yang terbuang karena kemacetan, hasil riset Uber juga menemukan fakta tentang parkir.

oleh Nurmayanti diperbarui 25 Okt 2017, 14:08 WIB
Kendaraan melintas di dekat proyek Underpass Mampang, Jakarta, Kamis (14/9). Pembangunan underpass ini diharapkan bisa mengurangi kemacetan terutama pada simpang Kuningan dan simpang Mampang Prapatan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kemacetan sudah menjadi masalah klasik bagi warga Jakarta yang menimbulkan kerugian besar secara sosial, kesehatan, maupun ekonomi. Survei perusahaan penyedia transportasi online, Uber, menemukan beberapa fakta tentang dampak kemacetan dan parkir di Jakarta.

Survei Uber menunjukkan, rata-rata pemilik mobil di Jakarta menghabiskan waktu 68 menit setiap harinya terjebak di kemacetan. Angka ini lebih tinggi dari 52 menit rata-rata durasi kemacetan di kota-kota besar Asia.

Terlebih, menurut survei yang sama, rata-rata waktu yang diperlukan pemilik mobil di Jakarta untuk mencari tempat parkir adalah 21 menit per hari. Bahkan, 28 persen di antaranya menghabiskan 30 menit per hari. Dengan begitu, dalam setahun, warga Jakarta menghabiskan 584 jam atau 24 hari karena macet dan mencari parkir.

Menurut pengamat transportasi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada, Arif Wismadi, waktu yang terbuang akibat kemacetan bisa dikategorikan sebagai mobilitas yang terpaksa.

“Mobilitas yang terpaksa muncul ketika kita mengalokasikan waktu 1 jam untuk bermobilitas, tapi karena suatu hal, waktu tersebut molor menjadi 2-3 jam. Ini menjadikan warga Jakarta merugi, tidak hanya secara ekonomi, tapi juga waktu yang terbuang untuk interaksi sosial dengan keluarga atau kerabat, dan kerugian psikologis akibat stres dan emosi yang naik,” jelas Arif, Rabu (25/10/2017).

Selain waktu yang terbuang karena kemacetan, hasil riset Uber juga menemukan fakta tentang parkir. Sebanyak 74 persen pengguna mobil di Jakarta pernah terlewat atau sangat terlambat ke momen penting karena sulit mencari parkir, seperti pernikahan (54 persen), kontrol kesehatan dengan dokter (36 persen), wawancara kerja (27 persen), kedukaan (26 persen), dan konser musik (22 persen).

Waktu dan produktivitas bukan satu-satunya yang hilang akibat kemacetan dan parkir. Menurut kajian Bappenas baru-baru ini, kerugian ekonomi akibat kemacetan mencapai Rp 67 triliun per tahun atau US$ 5 miliar.

Tingginya jumlah penduduk di Jabodetabek yang mencapai 30 juta jiwa, banyaknya kendaraan pribadi di jalanan Ibu Kota, pangsa pemanfaatan angkutan publik yang rendah, dan fasilitas angkutan publik yang belum memadai menjadi penyebab utama kemacetan di Jakarta.

Tonton Video Pilihan Ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya