Grab Sebut Big Data Jadi Strategi Penunjang Layanan

Berbekal kecerdasan buatan, data pengguna dan penumpang yang diolah diyakini bisa menghasilkan proyeksi layanan yang lebih baik.

oleh Jeko I. R. diperbarui 25 Okt 2017, 20:14 WIB
Ditesh Gathani, Head of Engineering Grav. (Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza)

Liputan6.com, Jakarta - Butuh tiga tahun bagi Grab untuk berkembang menjadi perusahaan penyedia layanan ride-sharing terbesar di Asia Tenggara. Tiga tahun lalu, adopsi layanan Grab baru menjangkau satu juta perangkat. Kini, sudah ada lebih dari 63 juta perangkat yang memakai Grab.

Tak cuma itu, jumlah booking layanan Grab jugameroket hingga ribuan booking per detik. Dengan begitu, Grab harus menambah ratusan database untuk bisa menyimpan rekam jejak data dari booking penumpang. Alhasil, sekarang udah ada lebih dari puluhan terabytes (TB) data dan log yang tersimpan.

Data sebanyak itu dimanfaatkan Grab untuk menunjang bisnis dan layanannya. Disampaikan Ditesh Gathani, Head of Engineering Grab, pihaknya memanfaatkan big data dari rekam jejak data penumpang dan driver untuk diolah lebih baik lagi. Ia menyebutnya dengan istilah "Demand Data".

Berbekal kecerdasan buatan, data pengguna dan penumpang yang diolah diyakini bisa menghasilkan proyeksi layanan yang lebih baik. Namun, Ditesh menekankan, data yang diambil tetap menjaga kerahasiaan penumpang dan driver.

"Data yang kami ambil terjaga kerahasiaannya. Jadi, yang kami olah itu data kebiasaan mereka saat menggunakan semua layanan Grab," ujar Ditesh kepada Tekno Liputan6.com di Kudoplex, Jakarta, Rabu (25/10/2017).

Hasil dari data yang diolah akan memberikan insight bagi layanan untuk bisa berjalan dengan optimal dan lebih cepat. Simpelnya, pemesanan semua layanan Grab akan lebih cepat dari yang sudah-sudah karena bisa berjalan lebih relevan.

"Salah satu relevansi dari data yang diolah adalah mengoptimalkan kecepatan pemesanan. Penumpang otomatis bisa lebih cepat mendapatkan driver. Biasanya kan dulu driver cuma berkumpul di satu spot wilayah tertentu saja. Jadi, di area lain tidak ada pengemudi," terangnya.

 


Rush Hour

Selain itu, pengolahan data juga dapat mengatur alur pemesanan pada jam rush hour di wilayah tertentu. Ambil contoh, hasil data yang diolah akan mengoptimalkan proses pemesanan penumpang dan pengambilan pemesanan oleh driver

Bisa jadi, data yang diolah akan mengetahui area mana yang penuh dengan pesanan. Grab bisa saja akan memberikan bonus atau promo kepada penumpang dan driver di area tersebut.

Ditesh melanjutkan, data yang diolah juga bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan estimasi waktu kedatangan (ETA) serta durasi perjalanan. Dengan begitu, penumpang bisa memprediksi durasi saat perjalanan.

"Data yang kami kumpulkan juga bermanfaat untuk meningkatkan keselamatan driver dan penumpang. Salah satunya adalah dengan menghadirkan fitur di mana untuk mendeteksi posisi dan kecepatan driver ketika mereka melampaui batas atau tidak. Kalau melanggar, kami akan peringati mereka via notifikasi," imbuh Ditesh.

Dari semua hasil pengolahan data yang disebutkan, Grab berinvestasi lebih banyak pada pemanfaatan big data. Tak tanggung-tanggung, pihaknya juga telah mengantongi kucuran modal dari Softbank dengan nilai US$ 750 juta atau setara dengan Rp 9,8 triliun.

Kini, Grab terus merekrut bibit-bibit data scientist andal yang akan ditempatkan pada pusat riset dan pengembangannya di beberapa negara, seperti Singapura, Beijing, Seattle, Ho Chi Minh City, Jakarta, dan Bengaluru.

(Jek/Cas)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya