Tumbuh Pesat, Siapa yang Bakal Jadi Korban Ekonomi Digital?

Ekonomi digital dapat menjadi sebuah ancaman bagi perusahaan dan individu yang tak siap dengan perubahan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Okt 2017, 14:50 WIB
Ilustrasi belanja online.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sudah memasuki era ekonomi digital. Ini dilihat dari perkembangan industri dan perdagangan elektronik (e-commerce). Ekonomi digital dapat menjadi sebuah ancaman bagi perusahaan atau individu yang tak siap dengan perubahan. Namun, ini bisa menciptakan angin segar bagi siapa pun yang sanggup berbenah mengikuti arus zaman.

Ketua Bidang Ekonomi dan Bisnis, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Ignatius Untung, mengungkapkan, dari jumlah penduduk sebanyak 262 juta jiwa, penetrasi pengguna internet mencapai 132 juta orang. Pengguna media sosial mencapai 106 juta orang. Sebanyak 371,4 juta mobile subscription dan tercatat 92 juta pengguna ponsel aktif.

"Transaksi e-commerce pada tahun lalu mencapai US$ 5,6 miliar dengan jumlah pembeli online 24,74 juta orang di seluruh Indonesia," ujar Untung saat menghadiri Peringatan Hari Oeang di kantornya, Jakarta, Rabu (26/10/2017).

Perkembangan internet dan ekonomi digital, ia mengakui, telah berdampak pada industri ritel dan transportasi konvensional di Tanah Air. Sebagai contoh, penutupan gerai Matahari Departement Store di Blok M dan Manggarai, lalu kemudian fokus pada Mataharimall.com, pengunjung Mangga Dua terus menurun, sampai dengan anjloknya pendapatan perusahaan taksi konvensional.

"Saya dulu senang ke Mangga Dua, tapi sekarang bingung, karena sepi banyak yang tutup. Itu artinya digital jadi kekuatan yang tidak bisa diabaikan. Bahkan, pemain offline sudah pindah ke sana (online). Transportasi konvensional pun juga kewalahan menghadapi Go-Jek dan Uber," dia menerangkan.

Sementara transaksi perusahaan e-commerce, yaitu Bukalapak, Blanja.com, Tokopedia, hingga jasa kurir JNE naik signifikan. Bahkan, nilainya mencapai triliunan rupiah. "Pasar e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai US$ 130 miliar pada 2020," tutur Untung.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Selanjutnya

Dengan pesatnya pertumbuhan digital ekonomi ke depan, Untung bilang, pasti ada yang akan menjadi korban dari perubahan tersebut, antara lain:

1. Toko atau ritel offline yang sangat amat tidak peduli dengan digital pasti akan tergilas

2. Ritel besar karena e-commerce memotong mata rantai sehingga jumlah middleman akan lebih sedikit

3. Media tradisional, dengan merek produk besar sudah mulai bergeser dalam beriklan. Dari advertising based menjadi transaction based. Jadi daripada beriklan, lebih baik langsung merambah bisnis online.

4. Bank yang diperkirakan konsumen perbankan terbesar beberapa tahun mendatang adalah Go-Pay.

5. Pekerja tanpa keahlian

6. Riteler di daerah akan terganti karena orang daerah kini punya akses membeli barang di pusat kota melalui online. Kalau tidak mengerti digital, tidak kompetitif, maka akan tergerus.

Sedangkan yang akan mendapat angin segar dari perkembangan ekonomi digital, antara lain pekerja part time, reseller yang tidak perlu punya barang lagi untuk bisa berjualan. "Ada industri yang akan berganti dan tidak bisa dihindarkan. Anda akan tergerus, jadi siap-siap berubah atau mengadopsi ke digital," tegas Untung.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya