Alasan Pemerintah Tak Pilih Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

Jimly mengatakan bahwa sosok Gus Dur pasti memenuhi syarat untuk menjadi pahlawan nasional.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 27 Okt 2017, 06:04 WIB
Yenny Wahid saat menghadiri sarasehan bertema "Menggali Konsep dan Kebijakan Kemaritiman Presiden Abdurrahman Wahid", Jakarta, Rabu (7/1/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur merupakan salah satu tokoh yang diajukan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2017.

Namun, tahun ini pemerintah memutuskan tidak memilih Gus Dur untuk mendapat gelar pahlawan nasional.

Wakil Ketua Dewan Gelar Jimly Asshiddiqie menuturkan, tidak dipilihnya Gus Dur sebagai pahlawan nasional tahun ini bukan karena mantan Ketua Umum PBNU itu tidak memiliki kualifikasi.

Pemerintah, kata Jimly, tahun ini lebih memilih pahlawan yang berasal dari abad ke-17 dan abad ke-18.

"Kalau yang masih baru nanti bias kita menilai. Bisa saja generasi yang akan datang menilainya. Bukannya tidak memenuhi syarat dan tidak layak," kata Jimly di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (26/10/2017).

Jimly mengatakan bahwa sosok Gus Dur pasti memenuhi syarat untuk menjadi pahlawan nasional. Terlebih, pengabdian Gus Dur untuk Indonesia sangat luar biasa.

"Mereka (pahlawan nasional) lebih dari sekadar bintang putera. Jadi, pengabdiannya sangat luar biasa untuk bangsa dan negara," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Gelar Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa pada tahun ini ada tiga orang yang akan diberi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi. Mereka berasal dari Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Barat, dan Riau.

Salah satu sosok yang akan diberikan gelar pahlawan nasional adalah Laksamana Malahayati dari Kesultanan Aceh.

 


Sosok Malahayati

Pada masanya, Malahayati adalah sosok pemberani yang tidak takut mati demi menjaga kerajaan Aceh dari serbuan musuh.

Terbukti, salah satu laksamana asal Belanda, Cornelis de Houtman, tewas di tangan Laksamana Malahayati pada 11 September 1599, lewat duel satu lawan satu di atas geladak kapal.

"Termasuk Mahalayati kan sudah lama itu ya dari tahun 1500-an sekian," ujar Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Saksikan video pilihan berikut:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya