Arkeolog Temukan Tengkorak Korban Tsunami Tertua di Dunia

Sebuah tengkorak kuno yang ditemukan di Papua Nugini diyakini merupakan milik korban tsunami tertua yang pernah diketahui.

oleh Citra Dewi diperbarui 27 Okt 2017, 09:09 WIB
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Kensington - Sebuah tengkorak kuno yang ditemukan di Papua Nugini diyakini merupakan milik korban tsunami tertua yang pernah diketahui.

Dikutip dari BBC, Kamis (26/10/2017), tengkorak tersebut ditemukan pada 1929, di dekat kota Aitape. Menurut ilmuwan, tengkorak itu merupakan milik spesies Homo erectus, nenek moyang manusia modern.

Sementara itu, para ilmuwan mengatakan bahwa area tersebut dahlunya adalah laguna pesisir yang dihantam tsunami sekitar 6.000 tahun lalu.

Mereka meyakini, tengkorak itu merupakan milik seseorang yang tewas dalam terjangan gelombang gergasi.

Penemuan itu dilakukan setelah tim internasional membandingkan sedimen dari area tersebut, dengan tanah dari wilayah di dekatnya yang dihantam tsunami mematikan pada 1998.

"Ketika kerangka itu diamati dengan seksama, kita juga memberi perhatian pada sedimen tempat mereka digali," ujar penulis pertama studi tersebut, Profesor James Goff, dari Univeristy of New South Wales.

 


Terungkap Lewat Sedimen

'Kesamaan geografis' pada sedimen tersebut menunjukkan bahwa penduduk di sana telah mengalami tsunami selama ribuan tahun.

"Kami menyimpulkan bahwa orang yang tewas di sana kemungkinan adalah korban tsunami tertua di dunia yang pernah diketahui," ujar Prof Goff.

Namun para ilmuwan juga mengatakan, bisa saja orang tersebut telah meninggal dan dikuburkan sebelum tsunami terjadi.

Penelitian itu melibatkan studi ukuran butir dan komposisi sedimen. Di antaranya merupakan organisme mikroskopik dari samudra, serupa dengan yang ditemukan setelah tsunami 1998 yang menewaskan lebih dari 2.000 orang.

Tim tersebut juga melakukan penanggalan karbon, sebuah metode yang digunakan untuk menentukan umur artefak secara akurat.

Para peneliti mengatakan bahwa penemuan yang dipublikasi di junrla PLOS One tersebut, memicu sejumlah pertanyaan tentang apakah penemuan arkeologis di wilayah pesisir lain harus dievaluasi kembali.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya