PBB: Suriah Bertanggung Jawab atas Serangan Kimia di Idlib

Laporan OPCW dan JIM mengungkap keyakinan bahwa Suriah mendalangi serangan kimia yang menewaskan lebih dari 80 orang.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 27 Okt 2017, 09:36 WIB
Sekitar 60 rudal Tomahawk ditembakkan kapal perang AS yang ada di Laut Mediterania, Jumat (7/4). Serangan tersebut menyasar pangkalan yang digunakan pesawat Suriah untuk melancarkan serangan senjata kimia. (MC3 (SW) Robert S. Price /U.S. Navy via AP)

Liputan6.com, New York - Serangan gas sarin pada April 2017 di kota Khan Sheikhoun, provinsi Idlib, Suriah, yang menewaskan lebih dari 80 orang didalangi oleh rezim Presiden Bashar al-Assad. Demikian pernyataan laporan gabungan dari PBB dan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW).

Tiga diplomat PBB mengonfirmasi temuan laporan tersebut.

"Panel yakin bahwa Suriah bertanggung jawab atas serangan sarin di Khan Sheikhoun pada 4 April 2017," ungkap laporan tersebut seperti menurut seorang penjelasan diplomat yang dilansir CNN pada Jumat (27/10/2017).

Serangan gas sarin tersebut mendorong Presiden Donald Trump memerintahkan militer Amerika Serikat untuk meluncurkan 59 rudal jelajah Tomahawk ke sebuah pangkalan udara Suriah.

"Kembali lagi, kita menyaksikan konfirmasi independen penggunaan senjata kimia oleh rezim Assad. Terlepas dari laporan ini, kita masih melihat bagaimana beberapa negara mencoba untuk melindungi rezim itu. Ini harus diakhiri sekarang," ujar Nikki Haley, Duta Besar AS untuk PBB.

Diplomat perempuan itu pun mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengirim pesan yang jelas bahwa penggunaan senjata kimia oleh siapa pun tidak akan ditoleransi.

Gambar-gambar dan video mengerikan yang muncul pasca-serangan gas sarin tersebut menunjukan warga sipil termasuk anak-anak, berjuang untuk bernapas dengan busa yang keluar dari mulut mereka.

Suriah telah berulang kali membantah mendalangi serangan tersebut. Mereka juga menampik memiliki senjata kimia. Damaskus mengklaim yang terjadi adalah sebuah serangan udara yang menghantam gudang senjata kimia di daerah kekuasaan kelompok pemberontak.

Laporan yang dirilis pada Kamis disusun oleh OPCW dan Mekanisme Investigasi Bersama PBB (JIM), sebuah panel yang menyelidiki penggunaan senjata kimia di Suriah. Laporan tersebut dikirim ke DK PBB.

 


Dukungan Rusia terhadap Suriah

Pada hari Selasa waktu New York, Rusia memveto resolusi DK PBB untuk memperpanjang mandat Mekanisme Investigasi Bersama. Rusia mengatakan bahwa kelompok tersebut bias melawan pemerintahan Assad. Mandat JIM diketahui akan berakhir dalam tiga minggu.

Sebelumnya OPCW pernah memuat pernyataan terkait temuan mereka pada Juni lalu. Namun, Rusia mengecam laporan tersebut, menudingya bermuatan politik dan didasarkan pada "data yang meragukan".

Laporan bahwa militer Suriah telah puluhan kali menggunakan senjata kimia juga pernah diungkap oleh penyidik kejahatan perang PBB pada September lalu, termasuk yang mereka lakukan di Khan Sheikhoun.

Rusia selama ini merupakan sekutu utama Suriah dan berhasil "mengendalikan" sebagian besar konflik di negara itu yang telah berlangsung enam tahun lamanya. Mereka melakukan serangan udara reguler untuk mendukung rezim Assad.

Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson pada Kamis bahwa Negeri Beruang Merah tidak menepati janji mereka untuk memastikan bahwa Suriah bebas dari senjata kimia. BoJo, sapaan akrab Menlu Inggris itu, juga mengkritik hak veto yang digunakan Rusia atas mandat JIM.

"Perilaku tersebut hanya akan melemahkan konsesus global melawan penggunaan senjata kimia," ujar BoJo. "Saya mendesak Rusia untuk berhenti menutupi tindakan sekutunya yang menjijikkan dan menjaga komitmen mereka demi memastikan bahwa senjata kimia tidak akan pernah digunakan lagi".

Sarin yang dipakai dalam serangan di Khan Sheikhoun menyerang sistem saraf pusat. Jenisnya sangat mudah menguap karena kemampuannya berubah dari cairan menjadi gas. Mereka yang terkena sarin kemungkinan besar tidak akan bertahan.

Laporan bersama JIM dan OPCW ini juga menyalahkan ISIS atas penggunaan gas kimia belerang di Suriah pada September lalu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya