Liputan6.com, Gunungkidul - Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta masih mengkaji pengembangan Gua Braholo di Desa Semugih, Kabupaten Gunungkidul. Saat ini pihak dinas masih mendokumentasi lokasi menggunakan alat tiga dimensi.
Kepala Seksi Warisan Budaya Dinas Kebudayaan DIY Ruly Adriadi di Gunung Kidul, mengatakan sampai saat ini Pemerintah DIY belum bisa mamastikan apakah di sekitar situs akan dibangun mueseum.
"Bisa saja kita tidak membutuhkan museum, tetapi di sini dijadikan site museumnya," katanya, Jumat (27/10/2017), dilansir Antara.
Ia mengatakan site museum, yakni menggunakan objek sebagai museum terbuka yang sudah diterapkan di sejumlah negara. Nantinya benda yang ditemukan akan dipajang di sekitar lokasi.
Pada tahun ini, Disbud DIY mendokumentasikannya terlebih dahulu sehingga nanti tahun depan bisa tahu bagaimana memposisikan temuan-temuan yang ada di sekitar Gua Braholo di Kecamatan Rongkop itu.
Baca Juga
Advertisement
"Kami baru melihat peluangnya dulu," katanya.
Ruly mengatakan alat tiga dimensi laser scanner faro mampu merekam bentuk keseluruhan dari dinding gua dan permukaan tanah di dalam gua secara akurat. Mesin pemindai tiga dimensi tersebut diletakkan di 22 titik di seluruh sudut gua. Mesin pemindai memerlukan waktu 11 menit untuk menyelesaikan pemindaian di satu titik lokasi.
Untuk pemindahan lubang ekskavasi dilakukan dengan alat yang lebih kecil. "Kami akan melakukan pemindaian selama dua hari. Nanti hasilnya akan akurat," katanya.
Jejak Homo Sapiens
Sebelumnya arkeolog Indonesia yang berasal Arkeologi Nasional (ARKENAS) melakukan penggalian di situs Gua Braholo. Temuannya tulang hewan yang berusia ribuan tahun.
Jejak manusia modern awal atau homo sapiens terlacak di sana. Untuk itu, tim peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional menggelar penelitian di Gua Braholo selama sebulan terakhir.
"Mereka berhasil menemukan tulang hewan yang hidup sekitar 3.000 sampai 7.000 tahun yang lalu," ucap Koordinator Lapangan Penelitian Gua Braholo Tim Peneliti Pusat Arkelologi Nasional, Thomas Sutikna, di Gunung Kidul, Selasa, 24 Oktober 2017.
Fosil tulang-belulang berbagai jenis binatang tersebut hidup pada zaman prasejarah. "Mereka terkubur di kedalaman tiga hingga tujuh meter di dalam tanah Gua Braholo," katanya.
Thomas membeberkan, hasil temuan tim peneliti, yakni tulang belikat rusa, tulang belulang kera, babi, anjing, tikus, dan kerbau di kedalaman satu hingga empat meter. Hal ini membuktikan banyak sekali fauna yang telah ada di Gunung Kidul.
"Untuk yang pernah dilakukan penelitian ada gigi gajah yang berusia 33 ribu tahun lalu, pada kedalaman enam sampai tujuh meter," tutur dia.
Dia menjelaskan, manusia prasejarah di Gua Braholo kerap mengonsumsi binatang-binatang tersebut. "Mereka berburu binatang dan membawanya ke tempat tinggal mereka di sini (Gua Braholo), dan dikonsumsi oleh kawanan manusia di kala itu," katanya.
Thomas mengatakan pula, fosil manusia purba yang ditemukan beberapa tahun lalu, mereka diperkirakan hidup 9.000 tahun lalu atau 7000 sebelum Masehi. Mereka sudah mengenal tata penguburan awal. Hal ini diketahui dari bentuk tubuhnya sudah ditekuk.
"Mereka bukan manusia purba seperti yang ditemukan di Sangiran, tetapi manusia modern awal (homo sapiens). Saat ini, kerangkanya masih disimpan di Museum Punung Pacitan," sebut dia.
Penemuan fosil ini masih terus dikerjakan oleh tim peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional yang bekerja sama juga dengan tim dari Universitas Gadjah Mada. Ekskavasi telah berlangsung sejak 9 Oktober 2017 lalu dan akan berakhir pada awal November mendatang.
"Beberapa fosil hasil penemuan akan kami bawa ke Punung, Pacitan. Untuk ekskavasi memang tidak dilakukan semuanya karena untuk menyisakan peneliti pada masa depan," katanya.
Saksikan video pilihan berikut ini: