Cerita Ela Kredit Jamban karena Permintaan Sang Anak

Kredit jamban yang diambil Ela menggunakan sistem syariah. Sebelumnya, ia biasa buang hajat di sungai berair kotor.

oleh Panji Prayitno diperbarui 27 Okt 2017, 12:30 WIB
Kredit jamban yang diambil Ela menggunakan sistem syariah. Sebelumnya, ia biasa buang hajat di sungai berair kotor. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Liputan6.com, Bogor - Berkat permintaan sang anak, Siti Nurlaelah Sari (36), warga Kampung Kantalarang II, Desa Leuwi Batu IV, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, akhirnya membangun jamban untuk mengubah pola hidup mereka bersama keluarga.

Perempuan yang biasa disapa Neng tersebut sudah lebih dari 12 tahun memanfaatkan sungai di belakang rumahnya hanya untuk buang hajat. Begitu juga dengan anggota keluarga Neng yang lain.

"Anak juga minta katanya lihat teman-temannya punya kamar mandi jadi ya saya memutuskan ikut mengajukan kredit kamar mandi," kata dia dalam Media Visit dan Workshop II tentang Peran Lembaga Keuangan untuk Akses Air Bersih dan Sanitasi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Senin, 23 Oktober 2017.

Neng merupakan salah satu warga dan anggota koperasi kecil di desanya yang mengajukan kredit jamban kepada Koperasi Karya Usaha Mandiri (KUM) di desanya. Dia mengaku, selama ini, warga di kampungnya memanfaatkan sungai untuk mandi, cuci, kakus.

Tidak sedikit dari para tetangga kampung Neng yang belum memiliki jamban. Walaupun rumah sudah permanen, perabotan rumah tangga lengkap, keberadaan toilet seakan-akan dilupakan. Padahal, urusan buang hajat tidak bisa dianggap sepele, karena dari sini kesehatan dipertaruhkan.

"Sering Mas, gatal-gatal habis buang air di sungai yang kotor. Belum lagi kalau ada hewan buas. Yang mengerikan kalau malam biasanya diganggu," ujar Neng.

Dia mengatakan, untuk memperoleh kredit jamban, warga harus menjadi anggota koperasi di desa setempat. Dia mengikuti koperasi yang beranggotakan 19 orang, namun hanya dua orang yang berpikir untuk membangun jamban.

Dalam proses pengajuan pembiayaan jamban, kata dia, pihak koperasi tidak memberikan uang tunai, melainkan langsung dibangunkan jamban dan setelah itu akad.

"Satu anggota masih proses. Katanya belum akad karena jambannya lagi dibangun. Tapi sistemnya syariah kok. Bangun kamar mandinya tidak sampai satu bulan," kata dia.

Ia akan mengajak warga lainnya untuk membangun fasilitas kamar mandi yang bersih di rumahnya. "Tetangga lain juga ada yang mau ikut. Tapi, kalau tidak mau tidak apa-apa, sementara bisa pakai kamar mandi saya dulu," ujarnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 


Tak Boleh Cap Jempol

Kredit jamban yang diambil Ela menggunakan sistem syariah. Sebelumnya, ia biasa buang hajat di sungai berair kotor. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Direktur Koperasi KUM Murtado mengatakan, program pembiayaan sanitasi tersebut baru berjalan selama satu tahun. Dalam menjalankan program tersebut, anggota yang mengajukan pembiayaan jamban tidak dipersulit.

Bahkan, pihak koperasi tidak mensyaratkan agunan atau jaminan yang diajukan oleh anggota. "Agunan tidak ada pokoknya kalau warga mau kita permudah sekali cukup masuk anggota koperasi saja. Soal pembayaran, kami sepakati bersama yang memudahkan anggota untuk mencicil," kata dia.

Dia menjelaskan, ide membuat program pembiayaan sanitasi tersebut lantaran melihat kondisi masyarakat itu sendiri. Menggunakan pola Grameen Bank, KUM optimistis dapat mengubah mindset bagaimana mengentaskan kemiskinan dengan memberikan pembiayaan sanitasi.

Dari sisi bisnis, kata dia, pembiayaan sanitasi tidak menjanjikan. Namun, munculnya program tersebut karena KUM sadar kemampuan seseorang bisa berubah jika yang dilihat bukan semata-mata uang.

"Ini lembaga yang boleh dikatakan punya program yang aneh karena menurut lembaga keuangan risikonya tinggi justru kita mencari. Tak ada jaminan, peluang bisnis tak ada, semangat labil, kemiskinan bagian dari takdir," ujar dia.

Dia menyebutkan, program yang digulirkan pada 2016 itu sudah menyalurkan 1.195 sanitasi dengan biaya Rp 4,3 miliar dari 17 cabang yang ada di Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.

Dalam program tersebut, dia menargetkan pembiayaan 3.000 kamar mandi yang sehat. Selain itu, dalam menjalankan program tersebut, ke depan rumah masyarakat tidak mampu menjadi semakin bagus dan nyaman dihuni.

Sementara itu, dalam melaksanakan program tersebut, koperasi menggunakan sistem syariah. Pihak koperasi menggunakan asas kepercayaan dan kedekatan masyarakat dengan petugas dalam melaksanakan program pembiayaan syariah.

Bahkan, pihak KUM juga menegaskan warga tidak bisa mengajukan pembiayaan jika tidak bisa menulis nama sendiri sebagai pengganti tanda tangan.

"Kita justru tidak menerima cap jempol. Kalau ada ibu-ibu yang mau ajukan pembiayaan ya harus minimal bisa menulis nama sendiri, itu kan mendidik secara tidak langsung agar mereka mau membaca juga," kata Murtado.

Ia mengatakan, sampai saat ini, dana yang balik baru 37 persen dengan asumsi rata-rata dua tahun masa cicilan. Pertumbuhannya sampai Oktober 2017, ada 131 peminat kredit jamban.


Warga Dahulukan Beli Ponsel daripada Jamban

Manajer Advokasi Water.org Andi Musfarayani menyebutkan, hingga kini tercatat sebanyak 663 juta orang tidak memiliki akses air bersih yang aman. Sebanyak 2,4 miliar orang tidak punya akses toilet, serta setiap 90 detik anak-anak meninggal karena penyakit yang erat hubungannya dengan air.

"Ibu-ibu dan anak-anak menghabiskan 125 juta jam per hari untuk mendapatkan air. Pola pikir masyarakat berpenghasilan rendah masih memprioritaskan kebutuhan rumah tangga yang paling pokok, bahkan lebih mendahukukan handphone, bangun tembok daripada membuat toilet," ujar dia.

Dia mengatakan, hingga kini belum ada kesadaran untuk memiliki fasilitas sanitasi yang baik. Padahal, diare menempati urutan ketiga penyakit penyebab kematian anak-anak yang erat kaitannya dengan air.

"Puluhan tahun buang hajat di sungai, tanpa memikirkan risiko kesehatan yang serius," ujarnya.

Dalam kesempatan ini, kata dia, Water.org juga menggandeng lembaga keuangan memberikan kredit kepada warga miskin untuk membangun toilet. "Tidak hanya memberikan pinjaman, tetapi kita dan rekan lembaga keuangan menyosialisasikan sanitasi yang bersih dan aman," ujarnya.

Dia menyebutkan, secara keseluruhan, pinjaman tersebut sudah berjalan dan dirasakan 236.180 orang di Jawa. Di Kabupaten Bogor, Water Credit Program sudah dirasakan manfaatnya oleh warga Kampung Kantalarang II, Desa Leuwi Batu IV, Kecamatan Rumpin dan warga Kampung Peuteuy, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwi Sadeng.

"Mereka mendapatkan kredit yang diangsur setiap minggu selama satu tahun," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya