Liputan6.com, Washington, DC - Sejumlah dokumen rahasia pembunuhan Presiden Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy telah dirilis oleh otoritas AS pada 26 Oktober 2017 waktu setempat.
Beberapa dokumen yang telah diungkap ke publik menguak fakta mengejutkan yang belum pernah diketahui sebelumnya. Dokumen itu menjelaskan Lee Harvey Oswald bertemu dengan seorang agen intelijen Uni Soviet (KGB). Demikian seperti dikutip News.com.au, Jumat (27/10/2017).
Advertisement
Menurut dokumen tersebut, pertemuan itu terjadi dua bulan sebelum Oswald menembak JFK. Dan diduga, agen KGB itu bertanggung jawab atas rangkain proses pembunuhan presiden ke-35 AS tersebut.
Pertemuan itu bermula ketika Oswald mengunjungi Kedutaan Uni Soviet di Mexico City pada 28 September 1963. Di sana ia bertemu dengan Valeriy Vladimirovich Kostikov, agen senior untuk 'Departemen ke-13 KGB', unit khusus yang anggotanya diduga bertugas untuk operasi pembunuhan.
Dalam dokumen JFK itu juga disebut bahwa Oswald berada di Meksiko selama enam hari.
Sementara itu pada salah satu dokumen lain, Biro Investigasi Federal AS (FBI) dilaporkan baru mengetahui pertemuan itu pada 1 Oktober 1963, sebulan sebelum penembakan JFK.
Dokumen itu juga menunjukkan bahwa sejumlah agen FBI dikritik habis oleh para Komite Senator AS karena tak mampu membaca dan mencegah gerak-gerik Oswald lebih dini selama ia berada di Meksiko.
Rilis itu menguak informasi mengejutkan baru seputar pembunuhan JFK. Amerika Serikat pada Kamis 26 Oktober waktu setempat telah merilis sekitar 2.800 dari kisaran 3.100 dokumen rahasia. Presiden Trump menjaga sisa dokumen lain tetap rahasia atas usulan Agensi Intelijen Pusat AS (CIA) dan FBI.
Sebuah undang-undang, The President John F. Kennedy Assasination Records Collection Act 1992 mewajibkan seluruh dokumen seputar kasus itu diungkap ke publik 25 tahun kemudian, tepatnya pada 2017 ini. Tenggat waktu pengungkapan dokumen itu adalah Kamis 26 Oktober 2017.
Donald Trump Kecewa Isi Dokumen Disunting
Presiden AS Donald Trump menginginkan agar dokumen seputar pembunuhan Presiden JFK dipublikasikan lebih banyak ketimbang kuantitas yang telah ada sekarang. Namun, akibat beberapa agensi pemerintah -- beberapa di antaranya adalah CIA dan FBI -- yang mengungkapkan keberatan atas rencana rilis tersebut, maka beberapa dokumen dinyatakan tetap dirahasiakan.
Terkait hal tersebut, sebelum dokumen itu dirilis pada Kamis 26 Oktober, Trump dihadapkan pada dua pilihan. Merilis seluruh 3.100 dokumen tanpa sensor atau mempublikasikan 2.800 dokumen namun melibatkan badan intelijen dan penegak hukum untuk menyunting naskah tersebut.
Trump pun memilih opsi kedua, yang justru ia sesali.
"Presiden sangat tidak suka dengan berbagai redaksional tersebut. Ia menganggap para agensi itu tak memiliki semangat hukum," jelas seorang pejabat Gedung Putih yang meminta tak disebutkan namanya.
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Sarah Sanders mengatakan, "Presiden menuntut transparansi dari para agensi dan meminta mereka meminimalisir redaksional tanpa penundaan lebih lama."
Seperti dikutip dari CNN, berbagai agensi intelijen dan lembaga penegak hukum di AS berbondong-bondong melayangkan surat kepada Trump. Isinya meminta agar sang presiden menahan untuk mempublikasikan dokumen tersebut -- terutama yang berkaitan dengan mereka -- dan meminta agensi meredaksi naskah tersebut.
Sekarang, lembaga yang meminta agar dirahasiakan pada hari Kamis akan memiliki waktu lima bulan untuk melakukan tinjauan sekunder atas dokumen tersebut. Usai itu, mereka harus mengajukan argumentasi dan melapor kepada US National Archive mengapa mereka yakin dokumen tersebut harus tetap dirahasiakan.
Advertisement