Liputan6.com, Jakarta Pengusaha angkutan mengingatkan pemerintah perihal regulasi atau aturan main yang selama ini sudah menjadi kesepakatan, terkait angkutan berbasis aplikasi (online). Ini seiring pemberlakuan kebijakan transportasi online pada 1 November.
Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menegaskan, saat ini pengusaha transportasi hanya berusaha memperjuangkan iklim yang baik dan sehat di bidang usaha angkutan jalan. Ini juga demi mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat di antara para anggota, dalam rangka memanfaatkan modal dan keahlian secara optimal dan efisien.
Menurut Ateng Aryono, selama ini pokok persoalan yang sering disampaikan pengusaha adalah perihal masalah tarif murah dan armada yang sudah melebihi kuota. Padahal, pengalaman dan kenyataan yang dialami para pengemudi online (mitra online) adalah sebaliknya.
Baca Juga
Advertisement
Artinya dengan penambahan armada yang begitu marak dan tarif bersaing murah dengan pelbagai promo yang memanjakan pengguna, ternyata menjadikan mereka bersaing ketat untuk mendapatkan penghasilan.
"Sehingga mimpi menjadi pengusaha angkutan, berujung utang mobil yang tidak terbayar. Adalah menjadi wajar ketika usulan kuota dan pengaturan tarif dari para driver online ini diadopsi pemerintah," ujar dia dalam keterangannya, Jumat (27/10/2017)
Ateng juga mengingatkan, para mitra perusahaan teknologi penyedia aplikasi yang telah berinvestasi yang membutuhkan perhatian. Mereka memiliki risiko usaha sebagai pengusaha angkutan umum sewa berbasis aplikasi.
“Tidak hanya itu, selama ini ini juga para pengusaha angkutan umum kecil di daerah-daerah merupakan pihak yang paling terkena dampak dari penerapan tarif murah angkutan–angkutan umum berbasis aplikasi,” tutur dia.
Sementara, perusahaan-perusahaan teknologi pembuat aplikasi tersebut sebenarnya merupakan perusahaan angkutan umum karena secara hukum produk jasa yang dikeluarkan terkait transportasi.
Hanya saja perusahaan tersebut memilih menjadi perusahaan teknologi yang menyediakan jasa transportasi ketika diberikan pilihan oleh pemerintah untuk menjadi perusahaan angkutan umum atau perusahaan teknologi. “Di luar negeri mereka disebut sebagai transportation network company,” ungkap Ateng.
Dia mengatakan, selama ini perusahaan teknologi pembuat aplikasi jasa transportasi angkutan umum sewa telah melanggar peraturan, yang berimbas pada keinginan pengusaha untuk adanya penertiban.
Meski demikian, dia mengatakan, Oganda juga tidak menampik pernyataan penyedia jasa aplikasi transportasi yang mengklaim mewakili suara mitra pengemudi, penumpang, dan masyarakat Indonesia.
Organda juga tidak alergi terhadap perkembangan teknologi selama ini. Namun yang perlu dicatat yakni soal kepatuhan terhadap regulasi yang telah disepakati, meskipun ada beberapa kekurangan yang dirasa semua pihak kurang adil.
Tonton Video Pilihan Ini:
Tingkatkan Layanan
Seiring pemberlakuan revisi PM 26 pada 1 November, Ateng mengaku DPP Organda terus bersinergi dengan pemerintah untuk mengawal regulasi yang akan berlaku, baik angkutan konvensional maupun online.
Menurut Ateng bukan hanya online saja, angkutan konvensional juga berbenah diri karena dengan adanya kompetisi ini diharapkan kualitas pelayanannya meningkat dan harganya lebih baik buat masyarakat.
Namun, dia tetap mengimbau semua pihak untuk bisa menahan diri dalam masa tunggu pemberlakukan PM 26 Tahun 2017. “Sebaiknya semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan aksi dan tindakan yang tidak produktif," pintanya.
Lebih jauh, Ateng menjelaskan seperti yang sudah disosialisasi Kemenhub, dalam revisi PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, para penyelenggara angkutan umum harus berbadan hukum.
Seperti UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan badan hukum itu bisa PT ataupun koperasi. Dalam hal badan hukum berbentuk koperasi maka keanggotannya boleh atas nama perorangan.
Soal tarif, Ateng mengaku akan tetap mengaturnya dalam aturan yang baru nanti dalam koridor pemberlakuan tarif batas atas dan tarif batas bawah. Untuk ini akan ditetapkan kemudian oleh Dirjen Perhubungan Darat atas usul Gubernur dan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek.
Sedangkan perihal pembatasan kuota kendaraan di suatu wilayah sudah menjadi permintaan pengusaha baik konvensional maupun online.Hal ini demi keseimbangan supply dan demand.
Hal lain terkait wilayah operasi angkutan online akan dibatasi, melalalalui penetapan batas wilayah. Ini akan dilakukan gubernur dan Kepala BPTJ untuk wilayah Jabodetabek.
DPP Organda pun minta kepastian pemerintah mengakomodasi kesulitan yang dirasakan oleh para pengusaha taksi konvensional. “Hakekatnya Organda sebagai asosiasi selalu taat dan patuh terhadap regulasi pemerintah yang selama ini diatur oleh undang2 dan peraturan menteri," dia menandaskan.
Advertisement