Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya resmi menerbitkan aturan tentang tarif cukai hasil tembakau. Peraturan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
PM Nomor 146 ini disahkan pada 24 Oktober 2017 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan mulai diberlakukan sejak 25 Oktober 2017 lalu. Aturan ini juga merupakan peraturan pengganti dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang terakhir kali diubah oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.01/2016 tentang Perubahan Ketiga atas PM Nomor 179 tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan PM 146 tersebut, disebutkan tarif cukai hasil tembakau ditetapkan dengan menggunakan jumlah dalam rupiah untuk satuan barang atau gram hasil tembakau. Adapun besaran tarif cukai hasil tembakau didasarkan pada jenis hasil tembakau, golongan pengusaha, dan batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram, yang ditentukan oleh Menteri (harus dalam kelipatan Rp 25).
Untuk golongan pengusaha pabrik hasil tembakau tersebut dibedakan menjadi delapan jenis, yaitu SKM, SPM, SKT atau SPT, SKTF atau SPTF, TIS, KLM atau KLB, CRT, serta HPTL.
Namun, untuk tarif cukai hasil tembakau khusus jenis HPTL, meliputi ekstrak dan esens tembakau, tembakau molasses, tembakau hirup (snuff tobacco), atau tembakau kunyah (chewing tobacco) ditetapkan sebesar 57 persen dari Harga Jual Eceran yang diajukan oleh pengusaha pabrik hasil tembakau atau importir.
Dalam aturan Nomor 146 tersebut juga menegaskan pengusaha pabrik hasil tembakau atau importir tidak dapat menurunkan Harga Jual Eceran yang masih berlaku atas merek hasil tembakau yang dimilikinya.
Selain itu, Harga Jual Eceran per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau untuk tujuan ekspor ditetapkan sama dengan Harga Jual Eceran per batang atau gram untuk jenis hasil tembakau dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.
Tak tertinggal, dalam peraturan tersebut juga mencantumkan secara jelas batasan harga jual eceran dan tarif cukai per batang atau gram hasil tembakau buatan dalam negeri, tarif cukai dan harga jual eceran minumum hasil tembakau yang diimpor, serta struktur tarif cukai hasil tembakau.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tarif Cukai Rokok Naik 10 Persen
Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau rokok rata-rata sebesar 10,04 persen pada 2018. Penyesuaian ini sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Merdeka, pada Kamis 19 Oktober 2017.
"Kenaikannya tidak besar, persisnya 10,04 persen. Tapi bukan untuk sekarang (tahun ini), tapi memang sudah ada di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya.
Menurut Darmin, penentuan besaran tarif cukai rokok sebesar 10,04 persen merupakan rata-rata tarif. Artinya ada perbedaan kenaikan tarif cukai antara yang masuk kelompok Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM).
"Kan ada 12 layer. Nah, ditetapkan 10,04 persen itu rata-rata. Sehingga ada yang (tarif) di atas dan di bawah. Beda SKT dengan SKM," dia menambahkan.
Darmin menilai, kenaikan tarif cukai rokok tahun depan dengan rata-rata 10,04 persen masih tergolong rendah. Untuk diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menaikkan tarif cukai rata-rata 10,54 persen di 2017.
"Itu sebetulnya sudah rendah, tidak tinggi. Karena sudah diperhitungkan di RAPBN 2018. Kan ada yang minta lebih tinggi dan lebih rendah, jadi benar dong (rata-rata 10,04 persen)," paparnya.
Dia bilang, hal ini sudah dibahas dengan Presiden Jokowi. Dalam rapat terbatas (ratas) diakuinya, hanya membahas kenaikan cukai rokok tahun depan, tidak ada mengenai pengenaan objek cukai baru.
"Ini kan menyangkut orang banyak, jadi dibawa pertemuan ke Presiden. Kalau tidak menyangkut orang banyak, tidak perlu juga. Tapi memang Presiden ingin dipikirkan hal-hal yang jauh lebih besar dibanding kenaikan, misalnya apa yang harus dilakukan dengan tanaman tembakau, seperti mengganti tanamannya dengan tanaman lain," tutur Darmin.
Advertisement