Liputan6.com, Jakarta - Direktoral Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan membantah penutupan beberapa gerai ritel di Indonesia akibat dari daya beli turun. Lantaran penerimaan pajak dari kegiatan transaksi dan produksi meningkat.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan, pajak naik di antaranya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini menunjukan daya beli masyarakat masih terjaga dan kegiatan ekonomi berjalan dengan baik.
"Kalau ada pertumbuhan bagus seperti yang disampaikan sekarang bahwa PPN itu tumbuhnya sangat tinggi, itu artinya ada kegiatan ekonomi sehingga PPN menjadi naik. Daya beli menurut kami tidak turun," kata Ken, di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat (27/10/2017).
Baca Juga
Advertisement
Ken menuturkan, penutupan beberapa gerai di Indonesia merupakan dampak dari perubahan pola belanja masyarakat, dari biasanya membeli langsung ke toko ritel menjadi memanfaatkan fasilitas online. Jadi pendapatan pajak berasal dari kegiatan belanja online.
"Tapi berubah dari offline ke online, itu dibuktikan terhadap adanya pajak jasa kurir, jasa sewa gudang semuanya naik, dan terutama UMKM juga naik 1 persen (pengenaan pajak) itu di bawah Rp 4,8 miliar naiknya sampai 14 persen. Artinya apa bahwa kita orang yang lakukan transaksi online itu berjalan seperti biasa," ujar dia.
Sementara itu, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal mengungkapkan, PPN tumbuh 12,1 persen pada kuartal III 2017. Angka ini lebih tinggi ketimbang penerimaan pada periode sama tahun lalu 2,9 persen. Kondisi tersebut menunjukan, kegiatan usaha meningkat.
"Jika dilihat industri pengolahan makanan dan minuman naik maka produksi jalan terus. Industri pengolahan masih tumbuh 10,7 persen, perdagangan besar dan ecerannya tumbuh 12 persen, transportasi dan pergudangannya tumbuh 16,6 persen," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengusaha Harap Daya Beli Naik pada Semester II
Sebelumnya pengusaha berharap daya beli dan ekonomi Indonesia pada semester II mengalami perbaikan. Dengan demikian diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri ritel yang tengah melesu.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pada tahun ini, industri ritel memang sangat terpuruk. Hal tersebut ditandai dengan tutupnya gerai sejumlah ritel modern sepanjang tahun ini.
"Saya lihat ritel (yang paling berat) karena mereka meng=covernya ke masyarakat menengah ke bawah, itu problemnya mereka tidak punya cukup uang untuk belanja, sehingga seperti Ramayana, Matahari, beberapa gerainya tutup. Seperti Alfamart, Indomaret, toko-toko lamanya juga tercatat penurunan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu 22 Oktober 2017.
Hariyadi menyatakan, selama semester II ini yang masih harus menjadi perhatian pemerintah adalah soal daya beli masyarakat. Hal tersebut bukan soal turunnya daya beli masyarakat di kalangan bawah, melainkan daya beli masyarakat menengah ke atas yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk berbelanja lebih besar.
"Yang harus diwaspadai memang daya beli, ini karena secara sistematis terlihat tren bahwa sebetulnya kelompok masyarakat yang mempunyai daya beli tinggi, yang menengah atas ini mereka seperti menahan belanja," kata dia.
Oleh sebab itu, Hariyadi berharap pada semester II tahun ini terjadi peningkatan belanja di masyarakat. Dengan demikian akan membantu meningkatkan ekonomi Indonesia di akhir tahun.
"Memang diharapkan di semester II ini membaik, kita harapkan dari segi permintaan atau pembelian masyarakat itu meningkat. Ini mudah-mudahan di semester II mereka (kelas menengah ke atas) ada confidence untuk meningkatkan konsumsinya. Dan pelaku usahanya sudah berani untuk melakukan ekspansi usaha," tandas dia.
Advertisement