Liputan6.com, Jakarta - Buku Integritas di Tengah Kabut Idealisme - Kepemimpinan dan Pembelajaran Hidup Suhardi Alius, karya Dedi Mahardi, lahir atas rekomendasi mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif, Imam Besar Istiqlal Nazaruddin Umar, dan mantan Ketua KPK Abraham Samad.
Dedi menjadi mantap menulis buku tentang Suhardi Alius karena rekomendasi tersebut. Menurut sang penulis, tokoh seperti Suhardi perlu ditulis. Sebab, Indonesia membutuhkan tokoh teladan yang berintegritas.
Advertisement
Suhardi Alius sendiri mengaku kaget saat diberitahu bahwa buku tentang dirinya sudah hampir jadi, tanpa sepengetahuannya.
"Saya kaget, karena buku sudah jadi. Saya cuma diminta foto. Kalau tidak ada rekomendasi Buya dan Imam, saya tak izinkan," ucap Suhardi di Gedung Lemhanas, Sabtu (28/10/2017).
Menurut Kepala BNPT itu, integritas diperlukan agar bangsa ini dapat membedakan mana yang baik dan buruk.
"Kita butuh integritas, negara dibangun atas idealisme. Makna integritas adalah kejujuran, nilai spiritual, ditambah knowledge, sehingga bisa bedakan mana baik dan buruk, itu sebagai kontrol kita," ujar Suhardi.
Integritas, lanjut dia, harus dibangun dari diri sendiri terlebih dahulu. Kuncinya adalah kemauan.
"(Kuncinya) kemauan saja, kita mau mulai dari diri sendiri. Saya pikir bisa melaksanakannya, minimal bisa menginspirasi lingkungan," tandas Suhardi Alius.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Penerbitan Buku
Suhardi menjadi tokoh dalam buku berjudul Integritas di Tengah Kabut Idealisme - Kepemimpinan dan Pembelajaran Hidup Suhardi Alius.
Suhardi Alius dipilih menjadi tokoh dalam buku tersebut setelah penulis mendapat rekomendasi dari mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif hingga mantan Ketua KPK Abraham Samad.
Penulis buku tersebut, Dedi Mahardi, menceritakan awal mula penulisan buku mengenai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu.
Menurut Dedi, sejak awal hingga naskah buku selesai, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius tidak diberitahu penulisan buku itu. Pemilihan tokoh yang akan ditulis melalui proses diskusi dengan pegiat antikorupsi.
"Kenapa saya berani menulis, saya berdiskusi dengan penggiat antikorupsi. Dari beberapa nama tokoh yang saya rekap, nama Pak Suhardi ranking teratas. Pak Abraham Samad sempat bilang, 'tokoh ini jangan dulu, yang itu jangan dulu'," kata Dedi Pada acara bedah buku di Lemhanas, Jakarta, Sabtu (28/10/2017).
Keyakinan untuk menulis buku tentang Suhardi Alius, menurut Dedi, sempat goyah. Sebab, takut muncul fitnah lantaran baik dia maupun Suhardi sama-sama dari Padang. Namun, atas rekomendasi Syafii Maarif dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, Dedi mantap menulis buku tersebut.
"Saya telepon Buya (Syafii Maarif), bagus, kata Buya, lanjutkan. Lalu Buya bilang, 'bukan hanya saya, tapi Imam Besar Istiqlal juga dukung'. Buya bilang, tanya Imam, layak kah Suhardi (ditulis)," kata Dedi. Keyakinan sang penulis kian mantap saat Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar memberikan dukungannya.
Advertisement