Liputan6.com, Jakarta: Ahli forensik Universitas Indonesia, Munim Idris mengungkapkan, ada kejanggalan dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait perkara pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen dengan tersangka mantan ketua KPK, Antasari Azhar.
Menurut Munim, keterangannya sebagai ahli yang diberikan di persidangan tidak digunakan hakim agung MA dalam putusannya. "Saya menulis, dalam keterangan sebagai ahli forensik, jenis peluru yang bersarang di Nasrudin adalah diameter 9 mm kaliber O,38 tipe SNW tapi diminta dihapus oleh polisi," kata Munim dalam konferensi pers di RSCM, Jalan Salemba Raya, Jakarta, Rabu, (5/1).
Munim menjelaskan, keterangan otopsi tertulis itu disampaikan Munim Idris dalam surat otopsi. Namun, pihak kepolisian meminta keterangan tersebut dihapus. "Yang saya tulis ya yang saya temukan. Yang meminta dihapus langsung saya lupa yang datang ke sini. Lantas Wadir Serse Polda Metro Jaya menelepon saya minta untuk dihapus. Lalu saya bilang ini kewenangan saya," lanjut Munim.
Selain itu, Munim juga menyatakan ada kejanggalan lain saat menerima jenazah Nasrudin. Saat itu kondisi jenazah sudah tidak utuh atau tersegel. Padahal, mestinya jenazah masih berbalut baju ketika meninggal. "Tapi saya sudah menerima tanpa label, tanpa baju dan kondisi luka kepala sudah terjahit. Seharusnya masih utuh apa adanya," ujarnya.
Munim menambahkan, fakta baru itu ia ungkapkan sebagai bukti baru pengajuan PK Antasari. "Itu penglihatan ahli hukum. Semua sudah saya utarakan di pengadilan. Di pengadilan, yang punya kuasa itu hakim. Mau diterima atau tidak (keterangan ahli) bukan urusan saya," tutup Munim. (YUS)
Menurut Munim, keterangannya sebagai ahli yang diberikan di persidangan tidak digunakan hakim agung MA dalam putusannya. "Saya menulis, dalam keterangan sebagai ahli forensik, jenis peluru yang bersarang di Nasrudin adalah diameter 9 mm kaliber O,38 tipe SNW tapi diminta dihapus oleh polisi," kata Munim dalam konferensi pers di RSCM, Jalan Salemba Raya, Jakarta, Rabu, (5/1).
Munim menjelaskan, keterangan otopsi tertulis itu disampaikan Munim Idris dalam surat otopsi. Namun, pihak kepolisian meminta keterangan tersebut dihapus. "Yang saya tulis ya yang saya temukan. Yang meminta dihapus langsung saya lupa yang datang ke sini. Lantas Wadir Serse Polda Metro Jaya menelepon saya minta untuk dihapus. Lalu saya bilang ini kewenangan saya," lanjut Munim.
Selain itu, Munim juga menyatakan ada kejanggalan lain saat menerima jenazah Nasrudin. Saat itu kondisi jenazah sudah tidak utuh atau tersegel. Padahal, mestinya jenazah masih berbalut baju ketika meninggal. "Tapi saya sudah menerima tanpa label, tanpa baju dan kondisi luka kepala sudah terjahit. Seharusnya masih utuh apa adanya," ujarnya.
Munim menambahkan, fakta baru itu ia ungkapkan sebagai bukti baru pengajuan PK Antasari. "Itu penglihatan ahli hukum. Semua sudah saya utarakan di pengadilan. Di pengadilan, yang punya kuasa itu hakim. Mau diterima atau tidak (keterangan ahli) bukan urusan saya," tutup Munim. (YUS)