Pentingnya Pendidikan untuk Tanamkan Sikap Toleran di Masyarakat

Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fajar Riza Ul Haq menekankan pentingnya pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai kebudayaan.

oleh Umi Septia diperbarui 31 Okt 2017, 18:30 WIB
Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fajar Riza Ul Haq dalam seminar. Foto : Rilis.

Liputan6.com, Jakarta Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fajar Riza Ul Haq kembali menekankan pentingnya pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai kebudayaan Indonesia.

Fajar mengajak seluruh unsur pendidikan, mulai dari institusi, sivitas akademika, dan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan Tanah Air untuk menyadari peran penting tersebut, seperti dikutip dari rilis yang diterima oleh Health-Liputan6.com.

Menurut Fajar, ada dinamika global yang tidak bisa dihindari, yakni pertemuan nilai-nilai kebudayaan antar-bangsa dan peradaban, yang seharusnya dipahami dalam konteks dialog dan saling memperkaya, bukan berbenturan atau bahkan saling berkonflik.

“Indonesia yang berkebudayaan hari ini harus mengedepankan nilai-nilai budaya kemajuan, keterbukaan, toleransi, solidaritas sosial, kerja keras, dan meritokrasi berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan," ucapnya dalam seminar yang digelar di aula STKIP Muhammadiyah Bogor, Selasa (31/10/2017).

"Hal ini semakin relevan di saat publik kita dibelah oleh isu pribumi dan nonpribumi, serta ancaman perpecahan yang menghantui seiring mengerasnya identitas keagamaan dalam pilihan politik,” ujar Fajar.

Di sinilah tugas besar dunia pendidikan yang menurut Fajar merupakan sarana paling ampuh dalam mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan yang berkarakter kemajuan.

“Institusi pendidikan yang berkemajuan lahir dari imajinasi Indonesia yang berkebudayaan dan menyokong budaya kemajuan,” ucap Fajar.

Saksikan video menarik berikut: 

 


Mengingat sejarah dan budaya

Dalam seminar “Peningkatan Mutu Pendidikan dan Penguatan Nilai Kebudayaan untuk Indonesia Berkemajuan”, Fajar menyampaikan bahwa Indonesia sesungguhnya memiliki perjalanan budaya yang panjang.

“Jauh sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945, berbagai unsur peradaban dunia telah datang, tumbuh berkembang, berpadu, dan bersenyawa dengan unsur-unsur kebudayaan, termasuk sistem keyakinan, yang telah lama ada di nusantara,” papar Fajar.

Fajar menegaskan, membangun Indonesia berkebudayaan bukanlah proyek yang akan berhenti di satu titik dan bukan pula proses statis yang ajek. Perjalanan inilah yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai sebuah negeri yang seharusnya memiliki jati diri terbuka, kosmopolit, adaptif, dan mengedepankan harmoni.

Untuk itu, Fajar menawarkan perlunya membaca ulang Indonesia sebagai bangsa yang berkebudayaan pada saat bangsa ini memasuki gejolak abad ke-21.

Seminar yang dihelat oleh STKIP Muhammadiyah Bogor tersebut juga dihadiri oleh pembicara Koordinator Kopertis Wilayah IV Jawa Barat Prof Dr Uman Suherman, AS, MPd, dan Ketua STIKIP Muhammadiyah Bogor Yusfitriadi, MPd.

 

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya