Liputan6.com, Tegal - Dinas Pendidikan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, bereaksi atas viralnya sejumlah foto-foto yang memperlihatkan para siswi SMK Attholibiyah memakai cadar saat mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas.
"Apa yang diberlakukan atau aturan di SMK itu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014, secara tegas mengatur bahwa atribut seragam sekolah melarang keras menggunakan cadar," ucap Sekretaris Dikbud Kabupaten Tegal, Ahmad Wasari, Selasa (31/10/2017).
Sekolah yang berada di lereng Gunung Slamet itu, sambung dia, tidak sepatutnya mengenakan aturan mengenakan cadar. Sebab, hal itu bertolak belakang dengan aturan Permendikbud yang berlaku.
"Bisa dicoba untuk di-cross check lagi aturan Permendikbud yang mengatur tentang seragam untuk siswa muslim di SMA/SMK/MA, yakni kemeja putih lengan panjang, jilbab putih, dan rok abu-abu panjang, kaos kaki warna putih, serta ikat pinggang warna hitam," tuturnya.
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, Ketua PCNU Kabupaten Tegal, Wasari menjelaskan, penggunaan cadar itu tak sesuai dengan syariat Islam. Ia berpendapat penggunaan cadar tak perlu diwajibkan di sekolah.
"Ya sebenarnya aturan atau memakai cadar itu baik. Maksudnya memang menutup aurat ya selain muka dan tangan. Tapi, penggunaan cadar itu bukan merupakan syariat Islam," kata Wasari.
Siswi Tak Mengaku Tak Keberatan
Seorang siswi SMK Attholibiyah, Shinta Nuryani (17), mengaku dirinya baru memakai cadar setelah masuk di SMK pada 2016 lalu. Sebelumnya, ia hanya memakai kerudung biasa.
Ia menyebut, pemakaian cadar merupakan peraturan di pondok pesantren. Karena gedung SMK berada di kompleks pondok, jadi ia tetap memakainya ke sekolah.
"Habib (pengasuh pondok) meminta kami untuk memakai cadar untuk menutup aurat," tuturnya.
Siswi SMK lain, Rani Nur Amalia (15) mengatakan bahwa sekolahnya menerapkan aturan itu juga adanya permintaan dari orangtua. Ia pun tidak mempermasalahkan apakah harus pakai cadar atau tidak.
"Kalau saya sih enggak masalah pakai cadar seperti ini. Toh selama belajar juga enggak mengganggu kok," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Langkah Antisipasi
Sebelumnya, Ketua Yayasan Attholibiyah, Habib Sholeh Al Athos menegaskan aturan mengenakan cadar saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bagi siswi SMK Attholibiyah itu merupakan keputusan pondok pesantren (ponpes) setempat.
Ia menolak anggapan penggunaan cadar oleh para siswi SMK Attholibiyah itu diartikan aliran radikal. "Kita tegaskan kalau penggunaan cadar bagi siswi SMK di sini itu inisiatif dari pengasuh Ponpes. Yang jelas, kita ini bukan aliran keras atau radikal," ucap Habib Sholeh Al Athos, Senin, 31 Oktober 2017.
Ia menyatakan para siswi SMK yang bercadar saat mengikuti KBM di sekolah merupakan santri di Ponpes Attholibiyah. Adapun lokasi ponpes berada satu kompleks dengan bangunan SMK itu.
Habib menyatakan jika SMK Attholibiyah merupakan cikal bakal dari Nahdliyan. "Kita ini di sini keluarga Nahdliyin asli (tulen), ahlussunah wal jamaah," katanya.
Ia berujar, beberapa kiai di ponpesnya sempat menjadi pengurus Ansor dan masuk dalam jajaran struktural PCNU Kabupaten Tegal. Ia juga menerangkan aturan penggunaan cadar semata dilatarbelakangi masalah sosial pemuda-pemudi saat ini.
"Saat ini muncul kekhawatiran jika laki-laki dan perempuan banyak yang berpacaran. Makanya untuk menutup wajah, pemakaian cadar diberlakukan. Cukuplah suami mereka yang tahu wajah mereka," ucapnya.
Aturan tersebut, sambung dia, juga merupakan wujud tanggung jawab pihaknya atas amanah yang dititipkan ribuan orangtua siswa. Ia ingin mengantisipasi kejadian buruk terjadi pada siswa-siswinya selama mereka berada dalam tanggung jawab penuh sekolah.
"Kalau ada apa-apa, kejadian buruk, kami juga yang kena. Makanya untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, aturan itu ditetapkan. Anda enggak usah punya pandangan bahwa kami ikut paham radikal," ujarnya.
Advertisement