Liputan6.com, Tokyo - Pada Minggu 3 September 2017, Korea Utara melakukan uji coba bom hidrogen. Itu adalah tes senjata nuklir keenam yang dilakukan Korut, sekaligus yang terbesar, sampai-sampai memicu gempa 6,3 skala Richter.
Dunia dibuat ketar-ketir karenanya. Di sisi lain, rezim Pyongyang menyebutnya sebagai sebuah kesuksesan. Korut mengklaim berhasil menguji coba sebuah bom hidrogen yang bisa dipasangkan pada rudal balistik antarbenua (ICBM).
Namun, diduga ada fakta yang dirahasiakan rapat-rapat oleh Kim Jong-un: uji coba itu mungkin menuntut 'tumbal' nyawa.
Seperti dikutip dari Japan Times, Selasa malam (31/10/2017), sekitar 200 orang dilaporkan tewas pasca-uji coba tersebut. Gara-gara runtuhnya terowongan bawah tanah di lokasi uji coba nuklir itu.
Meski terjadi pada bulan lalu, namun kabar tersebut baru terendus belakangan.
Baca Juga
Advertisement
Terowongan di situs uji coba nuklir Punggye-ri dilaporkan sedang menjalani proses konstruksi sekitar tanggal 10 September 2017, beberapa hari setelah bom atom diuji coba.
Seperti dilaporkan stasiun televisi Jepang, TV Asahi, sekitar 100 pekerja tewas saat terowongan kolaps. Ketika upaya penyelamatan dilakukan, longsor dilaporkan kembali terjadi di titik lain, dan diduga merenggut seratus nyawa lainnya.
Belum ada konfirmasi terkait insiden tersebut. Korut dikenal jarang mengakui adanya kecelakaan besar yang terjadi di negaranya, apalagi yang menyangkut program nuklir yang jadi kebanggaannya.
Uji coba bom hidrogen diduga jadi pemicu ambruknya terowongan. Tokyo memperkirakan, kekuatannya itu mencapai 160 kiloton atau lebih dari 10 kali kekuatan senjata nuklir yang menghancurkan Kota Hiroshima di penghujung Perang Dunia II.
Pihak Korea Selatan juga belum mengonfirmasi laporan tersebut. Juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel mengaku belum mendapatkan informasi soal ambruknya terowongan bawah tanah di lokasi uji coba nuklir Korut.
"Kami mengetahui laporan tersebut tapi belum mendapat informasi apapun terkait insiden itu," kata dia, seperti dikutip dari Global News.
Sebelumnya, di depan parlemen Badan Meteorologi Korea Selatan atau Korea Meteorological Administration mengatakan, jika terjadi ledakan nuklir lain di Korut, niscaya itu bisa memicu keruntuhan di pegunungan yang menjadi lokasi uji coba.
Bahaya tak sampai di situ. Kebocoran bahan radioaktif bisa menyusul kemudian. Dan, bencana lingkungan seperti yang terjadi pasca-luruhnya reaktor PLTN Fukushima Dai-ichi akibat gempa dan tsunami 2011 bisa terjadi. Tak hanya di Korut, tapi juga 'menular' hingga negeri tetangga China.
Sejumlah ahli juga memperingatkan bahwa uji coba keenam Korut di situs tersebut bisa memicu ketidakstabilan wilayah. Area tersebut berisiko tak lagi bisa digunakan lagi untuk tes selanjutnya.
Radiasi Nuklir Bisa Menyebar hingga China
Seperti dikutip dari Bustle, lokasi uji coba nuklir Korut diduga berada di Gunung Mantap, yang menjadi bagian dari pegunungan Hamgyong yang berada di sudut timur laut Korut.
Punggye-ri adalah satu-satunya situs nuklir Korea Utara yang keberadaannya diketahui publik dan merupakan lokasi enam uji coba senjata nuklir yang pernah dilakukan Korut.
Sebelumnya, kelompok analis yang berfokus pada isu Korea Utara, 38 North, mempublikasikan sejumlah gambar yang memperlihatkan sejumlah efek di situs tersebut setelah uji coba 3 September 2017.
Kelompok 38 North mengatakan, citra satelit itu memperlihatkan sejumlah longsor serta banyak tanah yang hancur akibat gempa tersebut.
Menurut kelompok itu, hal tersebut dapat dilihat di dekat Gunung Mantap, titik tertinggi di situs uji coba itu.
"Efek tersebut lebih parah dan luas dibanding lima uji coba yang dilakukan Korea Utara sebelumnya," ujar 38 North dalam situsnya.
Sejumlah ahli meyakini bahwa uji coba bom nuklir itu menyebabkan runtuhnya terowongan bawah tanah di Punggye-ri, Korea Utara.
Berdasarkan laporan South China Morning Post, ilmuwan China memperingatkan bahwa Gunung Mantap akan melepaskan radiasi jika uji coba nuklir kembali dilakukan di sana.
Advertisement