Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Oktober 2017 sebesar 0,01 persen. Adapun inflasi tahun kalender sebesar 2,67 persen, dan inflasi tahun ke tahun mencapai 3,58 persen.
"Inflasi di Oktober jauh lebih rendah dibandingkan Oktober 2016 yang sebesar 0,14 persen. Tetapi ini lebih tinggi Oktober 2015 yang mengalami deflasi -0,08 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Rabu (1/11/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengatakan, penyumbang inflasi antara lain makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,28 persen dengan andil 0,05 persen.
Kemudian perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,18 persen dengan andil 0,04 persen. Sementara bahan makanan terjadi deflasi 0,45 persen dengan andil -0,09 persen.
Dia menuturkan, dari 82 kota IHK, tercatat 44 kota tercatat inflasi, dan 38 kota deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 1,05 persen.
Sedangkan inflasi terendah berada di Surakarya dan Cilegon sebesar 0,01 persen. Sementara untuk deflasi tertinggi terjadi di Palu sebesar -1,31 persen dan deflasi terendah di Palopo sebesar -0,01 persen.
"Untuk inflasi Oktober 2017, di 82 kota secara umum banyak komoditas yang mengalami penurunan tapi ada yang mengalami kenaikan," tandas dia.
Tonton video pilihan ini:
Ekonomi Diprediksi Terus Tumbuh
Perekonomian Indonesia diproyeksi terus membaik hingga akhir tahun. Bank Indonesia (BI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi kuartal III 2017 sebesar 5,1-5,2 persen. Lalu, meningkat menjadi 5,3-5,4 persen di kuartal IV 2017.
Demikian disampaikan Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dalam acara Economic & Capital Market Outlook 2018 di Jakarta, Selasa (31/10/2017). "Bagi BI kuartal III antara 5,1-5,2 persen dan kuartal IV 5,3-5,4 persen," ujar dia.
Pertumbuhan ekonomi nasional ditopang oleh pengeluaran pemerintah yang lebih besar. Meski demikian, dia mengakui pengeluaran pemerintah hanya menopang sebagian pertumbuhan ekonomi. "Pengeluaran pemerintah lebih besar, tapi kan APBN itu kan hanya 10-12 persen dari PDB," ujar dia.
Mirza melanjutkan, perekonomian akan didorong oleh sektor komsumsi rumah tangga dan ekspor. Serta, didorong oleh sektor investasi.
"Kami lihat ada recovery di bidang investasi. Di situ gabungan ada investasi swasta dan BUMN dan ada recovery di sektor ekspor juga sudah recovery. Dan di pengeluaran rumah tangga recovery," lanjut dia.
Ekonomi nasional telah mengalami tantangan yang cukup berat. Terlebih karena imbas pelemahan harga komoditas. Harga komoditas, lanjut Mirza, terlihat mengalami perbaikan sehingga menopang perekonomian di berbagai wilayah Indonesia.
"Sumatera kan pernah tumbuh 3 persen dan sekarang ekonomi Sumatera sudah 4 persen. Bahkan, beberapa provinsi sudah mendekati 5 persen. Dan Kalimantan Timur pernah negatif itu sudah positif," tutup dia.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di 2018 mencapai 5,4 persen. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, untuk mencapai target pertumbuhan tersebut, ada dua hal yang akan digenjot pemerintah pada tahun depan. Dua hal tersebut yaitu ekspor dan investasi.
"Di APBN jelas, kita akan inflasi terus di bawah 4 persen. Nah, pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, ya artinya kita harus kerja keras. Dua hal yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertama, ekspor. Kedua, investasi," ujar dia.
Untuk ekspor, pemerintah tengah berupa untuk membuka pasar-pasar baru di negara-negara kawasan Afrika dan Asia. Dengan melakukan diversifikasi pasar, diharapkan dapat meningkatkan ekspor Indonesia serta membuat kinerja ekspor menjadi lebih baik.
"Ini harus digenjot terus, sekarang sudah mulai kelihatan pasar-pasar nontradisional. Yang dulu enggak pernah kita perhatikan, sekarang mulai kelihatan bahwa lonjakannya di situ lumayan baik," kata dia.
Selain ekspor, yang tak kalah pentingnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan investasi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi berkualitas dan tidak hanya mengandalkan konsumsi dalam negeri.
"Kedua, tetap, kuncinya di investasi. Dua hal ini yg menjadi kunci pertumbuhan itu bisa tercapai atau tidak. Kita memang ingin menggeser dari pertumbuhan yang ketergantungannya pada konsumsi, kepada pertumbuhan yang lebih berkualitas, geser ke arah-arah yang yang produktif, ke arah produksi. Dua hal ini yang menjadi kunci pertumbuhan itu bisa tercapai atau tidak," tandas dia.
Advertisement